Salah satu spesies "menarik" yang hidup di kawasan ekosistem mangrove adalah Sonneratia. Di dunia, Sonneratia memiliki anggota 20 spesies, namun di Indonesia lebih mudah menemukan 3 spesies dari genus Sonneratia, yaitu : Sonneratia alba, S. caseolaris, dan S. ovata. Salah satu jenis mangrove yang dimanfaatkan buahnya yaitu jenis pedada (Sonneratia caseolaris) yang hidup dan tumbuh di hutan mangrove. Tanaman ini memiliki daun berbentuk elips dan ujungnya memanjang dengan tulang daun berbentuk menjari. Bunga memiliki kelopak bunga mengkilat dan hijau serta datar dengan benang sari berwarna merah dan renggang. Buah ini memiliki morfologi yang sangat unik berbentuk bulat dengan diameter 6-8 cm. Namun demikian, warga asli di seputaran ekosistem mangrove, memberikan berbagai nama daerah antara lain pedada, perepat, pidada, bogem, bidada, posi – posi, wahat, putih, berapak, bangka, susup, kedada, muntu, pupat dan mange – mange. Wikipedia mencatat, bahwa Sonneratia sudah tidak masuk lagi kedalam suku Sonneratiaceae, tetapi telah menjadi suku Lythraceae.
Sonneratia memiliki "perawakan" sebagai pohon besar yang memiliki banyak sekali akar berbentuk serupa pensil yang mencuat ke atas. Bentuk akar ini merupakan bentuk adaptasi sonneratia untuk bernafas mengambil udara, karena kondisi tanah mangrove yang anoksik. Secara langsung bisa dikatakan kondisi anoksik adalah kondisi beracun, tapi arti sebenarnya dari anoksik adalah kurang oksigen atau tidak ada oksigen. Hal ini disebabkan ketidakberadaan oksigen di satu tempat bisa membuat satu pohon (dalam hal ini mangrove) bisa mati, oleh karena itu sonneratia "membuat" mekanisme akar nafas
Taman Nasional Baluran, memiliki koleksi sonneratia dari jenis alba (disana dikenal dengan nama Pedada). Pohon Pedada yang ada di TN Baluran memiliki ukuran keliling + 927 cm (9,27 m), tinggi bebas cabangnya + 15 m dan tinggi totalnya mencapai 25 m. Dapat dikatakan dengan ukurannya yang besar itu maka pohon Pedada ini merupakan yang terbesar di Indonesia atau mungkin di dunia. Hal ini didasari oleh pendapat Bapak Ir. Suwendra yang pada awal tahun 1990-an menjabat sebagai Kepala Seksi Pemanfaatan di Taman Nasional Baluran. Sebelum bertugas di Baluran, beliau pernah mengukur tanaman mangrove se- Indonesia dan menurut data yang ada pada waktu itu tercatat bahwa jenis pohon Sonneratia alba (Pedada) yang terbesar berada di Papua, dengan keliling pohon + 3 meter. Dan saat beliau mengukur pohon ini pertama kali diawal 90-an, kelilingnya masih + 4,5 meter. Pantai timur surabaya, memiliki dua jenis dari keluarga sonneratia, yakni dari jenis alba (Bogem prapat) dan caseolaris (bogem)
Sesama keluarga sonneratia, ternyata memiliki sifat yang berbeda-beda. Jenis alba, dikenal sebagai pionir, dan tidak toleran terhadap air tawar dalam periode yang lama. Menyukai tanah yang bercampur lumpur dan pasir, kadang-kadang pada batuan dan karang. Sering ditemukan di lokasi pesisir yang terlindung dari hempasan gelombang, juga di muara dan sekitar pulau-pulau lepas pantai. Di lokasi dimana jenis tumbuhan lain telah ditebang, maka jenis ini dapat membentuk tegakan yang padat. Sementara caseolaris memiliki kemiripan dengan jenis ovata, menyukai bagian yang kurang asin di hutan mangrove, pada tanah lumpur yang dalam, seringkali sepanjang sungai kecil dengan air yang mengalir pelan dan terpengaruh oleh pasang surut. Tidak pernah tumbuh pada pematang/ daerah berkarang. Juga tumbuh di sepanjang sungai, mulai dari bagian hulu dimana pengaruh pasang surut masih terasa, serta di areal yang masih didominasi oleh air tawar.
Sonneratia dikenal memiliki banyak manfaat, dan kegunaan. Primata pada umumnya sangat menyukai buah sonneratia yang rasanya asam ini. Mereka bahkan sudah mampu memilih, hanya buah yang matang saja yang bisa dimakan. Selain itu hewan pemakan buah yang lain, seperti kelelawar maupun burung, juga ikut menjadi 'penggemar" buah ini. Sementara manusia, dengan belajar dari kera, telah mampu mengolah sonneratia dari jenis caseolaris untuk diolah menjadi sirup. Di Sulawesi, kayunya dibuat untuk perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain, karena kayunya berkualitas rendah dan memiliki serat yang padat, jadi sulit untuk memanfaatkan kayu pohon pidada ini sebagai bahan baku mebel. Akar nafas digunakan oleh orang Irian untuk gabus dan pelampung.
Kalangan akademik juga tidak mau ketinggalan, terus meneliti manfaat spesies ini. Ilmuwan dari IPB mencoba mengekstrak daun, kelopak, buah dan biji Sonneralia alba dan S. caseolaris sebagai bahan alami antibakterial terhadap patogen Udang Windu, Vibrio harveyi. Sementara penggunaan ekstrak Rambai Bogem (Sonneratia alba) untuk menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila penyebab MAS (Motile Aeromonas Septicemia)”, pernah dilakukan mahasiswi fakultas Perikanan, Universitas Lampung. Dalam buku Mangrove Guidebook for Southeast Asia, disebutkan bahwa di Papua Nugini telah ditemukan persilangan Sonneratia caseolaris dengan Sonneratia alba, yang dinamai Sonneratia X gulngai.
Terhadap lingkungan pesisir, sonneratia dari jenis alba dikenal sebagai tumbuhan perintis atau reklamasi. . Secara tidak langsung tumbuhan pidada maupun tumbuhan bakau lainya dapat mencegah erosi dan abrasi pantai dari pasang surut air laut, selain itu tumbuhan ini akan menjadi tempat tinggal hewan-hewan rawa, seperti kepiting, udang, kerang ikan, dan lain-lain. Pengetahuan yang memadai terhadap berbagai jenis spesies mangrove, akan memberikan manfaat yang besar bagi berbagai kalangan pendidikan dan organisasi yang ingin melakukan restorasi ekosistem mangrove di sekitar tempat mereka, dengan teknik replanting, dengan lebih mengedepankan fungsi, jenis dan keberadaan lahan yang akan ditanami. Pengetahuan tersebut akan memberikan kita pemahaman yang cukup, bahwa penanaman mangrove tidaklah sekedar seremonial, mengejar kecepatan tumbuh mangrove yang akan ditanam, namun juga memperhitungkan kebutuhan ekosistem terhadap jenis mangrove yang paling sesuai untuk ditanam, karena dalam ekosistem mangrove, terdapat zonasi yang membuat ekosistem mangrove tersebut dapat memfungsikan dirinya secara optimal sebagai penahan ombak, dan lain sebagainya.
Sonneratia alba
A. Umum
1. Komponen: termasuk komponen utama/mangrove mayor
2. Bentuk: pohon/perdu. Tinggi mencapai 16 m
3. Akar: akar nafas, berbentuk kerucut
4. Daun: susunan tunggal, bersilangan; bentuk oblong sampai bulat telur sungsang; ujung membundar sampai berlekuk; ukuran panjang 5 – 10 cm
5. Tipe biji: biji normal
6. Lainnya: bagian atas dan bawah permukaan daun hampir sama
7. Kulit kayu: halus, retak/celah searah longitudinal, warna kulit krem sampai coklat
8. Ciri khusus: tangkai daun pada bunga dewasa berwarna kuning, helai kelopak menyebar atau sedikit melengkung ke arah buah (pada S. ovata helai kelopak tegak pada buah)
9. Fenologi: berbunga sepanjang tahun (antara 3 – 4 bulan); berbuah pada bulan Mei – Juni dan Oktober – November; pembuahan sampai masak memakan waktu 2 – 3 bulan
10. Spesies yang mirip: S. caseolaris, S. ovata
11. Habitat: tumbuh di lumpur berpasir di muara sungai, sering ditemukan di daerah tepian yang menjorok ke laut, daerah dengan salinitas relatif tinggi
B. Bunga
1. Rangkaian: 1 sampai beberapa bunga bersusun, di ujung atau cabang/dahan pohon
2. Mahkota: putih
3. Kelopak: 6 – 8 helai, merah dan hijau
4. Benang sari: banyak, putih
5. Ukuran: diameter 5 – 8 cm
6. Lainnya: bunga sehari (ephemeral), terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak
C. Buah
1. Ukuran: diameter 3,5 – 4,5 cm
2. Warna: hijau
3. Permukaan: halus
4. Lainnya: kelopak berbentuk cawan, menutupi dasar buah, helai kelopak menyebar atau melengkung, berisi 150 – 200 biji dalam buah
Sonneratia caseolaris
A. Umum
1. Komponen: termasuk komponen utama/mangrove mayor
2. Bentuk: pohon, tinggi mencapai 16 m
3. Akar: akar nafas, berbentuk kerucut, tinggi dapat mencapai 1 m
4. Daun: susunan tunggal, bersilangan; bentuk jorong sampai oblong; ujung membundar, dengan ujung membengkok tajam yang menonjol; ukuran panjang 4 – 8 cm
5. Tipe biji: biji normal
6. Lainnya: ranting menjuntai
7. Kulit kayu: halus
8. Ciri khusus: bunga dewasa memiliki tangkai daun pendek dengan dasar berwarna kemerah-merahan, benang sari berwarna merah dan putih, akar nafas yang berkembang dengan baik dapat mencapai tinggi lebih dari 1 m, lebih tinggi dibandingkan S. alba
9. Spesies yang mirip: S. alba, S. ovata
10. Habitat: tumbuh di tepi muara sungai terutama pada daerah salinitas rendah dengan campuran air tawar
B. Bunga
1. Rangkaian: 1 sampai beberapa bunga bersusun, di ujung
2. Mahkota: merah
3. Kelopak: 6 – 8 helai, hijau
4. Benang sari: tak terhitung, merah dan putih
5. Ukuran: diameter 8 – 10 cm
6. Lainnya: bunga sehari (ephemeral), terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak
C. Buah
1. Ukuran: diameter 6 – 8 cm
2. Warna: hijau kekuning-kuningan
3. Permukaan: mengkilap
4. Lainnya: kelopak datar, memanjang horisontal, tidak menutupi buah, helai kelopak menyebar, buah lebih besar dari S. alba, mengandung 800 – 1200 biji dalam buah, dapat dimakan
Sumber:
Wikipedia
Wetlands
Proseanet
Kesemat
TN alas purwo
Blog Si ken arok
IPB
Blog Iqbal
Blog lidiabayang
0 komentar:
Post a Comment