Awalnya dianggap Gila kini Jadi Tokoh Inspiratif

on Wednesday, May 28, 2014


Foto si Tries

Awalnya dianggap gila ketika mengorganisir anggota kelompoknya untuk memulai menanami  mangrove di lahan kritis di pantai Desa Nagalawan, kini pasangan suami isteri, Sutrisno (37)  – Jumiati (32) dianggap sebagai tokoh inspiratif.  Bersama kelompoknya masing-masing mendapat penghargaan di tingkat nasional  dan internasional. Kelompok Nelayan Cahaya Pagi, yang beranggotakan nelayan, di Desember 2013 ini memperoleh Juara Nasional  Adhi Bakti Bina Bahari) dari Direktorat Jenderal  Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk kategori pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem. Sementara Jumiati   bersama dengan Kelompok Perempuan Muara Tanjung di tahun 2013 ini  telah menerima dua penghargaan bergengsi.   Di awal Maret 2013 memperoleh penghargaan dari organisasi nirlaba Inggris,  Oxfam sebagai pahlawan pangan perempuan  (Food Heroes Oxfam) Indonesia 2013.   Awal Desember 2013, Jumiati juga terpilih menjadi  salah satu tokoh perempuan inspiratif penerima award Tupperware She Can, atas upayanya dalam penguatan ekonomi dan pemberdayaan perempuan di desanya.

Sutrisno, di kalangan aktifis lebih dikenal dengan Tries Zamansyah berkisah bahwa yang coba mereka kembangkan adalah kewirausahaan sosial. Di tahun 2005, pasangan suami isteri ini memulai menanami pesisir pantai yang kritis dengan tanaman bakau. Bersamaan dengan itu Tries mengorganisir kelompok nelayan sementara isterinya mengorganisir pembentukan kelompok perempuannya. Kelompok yang terbentuk di nelayan diberi nama Kelompok Nelayan Cahaya Pagi, sementara kelompok perempuannya diberi nama Kelompok Muara Tanjung. Kedua kelompok ini selanjutnya menjalankan usaha bersama sebagai upaya membangun kemandirian. Kelompok Nelayan Cahaya Pagi mengelola usaha perikanan dengan membeli ikan dari anggota kelompok, yang keuntungan usaha menjadi keuntungan bersama.

Keuntungan ini dibagikan menjelang lebaran sebagai sisa hasil usaha (SHU). “Saat ini anggota tidak lagi pening untuk biaya lebaran” jelas Tries. Sementara, Jumiati bersama kelompok perempuannya mengelola usaha kerajinan termasuk mengelola makanan dan minuman  dari bahan baku mangrove. Saat ini, uang yang dikelola kelompok perempuan ini cukup besar yakni sekitar 200 juta rupiah.  Seiring dengan pertumbuhan mangrove,  di tahun 2009 kedua kelompok ini menjadikannya sebagai objek ekowisata yang menggabungkan wisata dan pendidikan lingkungan. Untuk pengelolaannya  membentuk wadah yang lebih besar yakni Kelompok Konservasi Mangrove Muara Baimbai.

bakround foto_wisata mangrove

Di belakang  pria  yang sukses, ada perempuan  yang  hebat. Dan begitu sebaliknya. Gambaran sukses dan hebat bisa diperoleh di pasangan suami isteri tersebut. Sama-sama berlatar belakang aktifis nelayan di Serikat Nelayan Sumatera Utara (SNSU)  dengan jumlah anggota yang sempat mencapai ribuan nelayan. Organisasi yang dengan cepat besar tanpa didukung basis ekonomi dan sumberdaya manusia yang mumpuni, dapat pula cepat pula ambruk saat mengalami dinamika  yang terkelola dengan baik. Ini diantara titik balik dalam kehidupan pasangan ini, dengan tekad terus membangun organisasi nelayan yang kuat ke depan, namun dimulai dari penguatan ekonomi dari lingkungan yang terkecil yakni Masyarakat Nelayan di Dusun III Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumut.  Desa Sei Nagalawan berdampingan dengan usaha milik PT Aquafarm Nusantara di Unit Serdang Bedagai.

0 komentar:

Post a Comment

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Locations of visitors to this page