Asihing Kustanti
ASIHING Kustanti melihat pepohonan dengan perakaran yang mencuat ke permukaan lautan itu sebagai nan objek eksotik. Baginya mangrove adalah simbol keteguhan hati.
Dalam pandangan Asihing, mangrove (bakau) adalah gambaran objek menarik, tetapi mampu menahan gempuran ombak. Hal ini menginspirasinya sejak kecil, terutama ketika ia sering berjalan-jalan dengan keluarga ke pantai ber-mangrove di Surabaya tempat kelahirannya.
Rupanya aktivitas jalan-jalan sepanjang pantai berbakau tetap dilanjutkan saat mengikuti praktek umum di tingkat sarjana di IPB. Waktu itu Asihing praktek di hutan bakau Cilacap, Jawa Tengah.
Kesenangan Asihing terhadap hutan mangrove makin menggila. Setelah Asihing lulus sarjana kehutanan IPB tahun 1995, Asihing menjadi dosen di Universitas Lampung. Di sini ia terlibat dalam upaya pelestarian 700 hektare hutan bakau.
Sepulang S-2 dari IPB, Asihing mengampu mata kuliah wajib Manajemen Hutan Mangrove di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila sejak tahun 2002. Pada November 2004, kegiatan praktikum dilaksanakan di hutan bakau Desa Margasari, Lampung Timur.
Praktek di Hutan
Pada waktu itu mahasiswa praktek di hutan mangrove selama tiga hari, menginap di hutan bakau dengan menggunakan tenda. Melihat keseriusan mahasiswa melaksanakan praktek, Kepala Desa Sukimin (alm.) berinisiatif menyerahkan hutan bakau seluas 50 ha kepada Unila sebagai hutan pendidikan.
Tidak menyia-nyiakan inisiatif tersebut, Asihing langsung membuat surat kepada dekan Fakultas Pertanian Unila yang diteruskan ke rektorat dan suratnya mendapatkan tanggapan. Singkat cerita, hutan bakau dimasukkan ke program tripartit Unila, masyarakat, dan Pemkab Lampung Timur.
"Untuk mendapatkan hutan mangrove 700 hektare tidaklah mudah. Prosesnya memakan waktu cukup panjang dan melelahkan. Mulai dari audiensi, proses administrasi, penanganan konflik, dan negoisasi, berlangsung hampir satu tahun dengan pihak-pihak dari dinas teknis Pemkab Lamtim," ujar dia.
Namun, semuanya bisa diselesaikan dengan pendekatan komunikasi, keilmuan, dan koordinasi. Lahirnya MoU, naskah kerja sama, nota kesepahaman, dan penerbitan izin lokasi pengelolaan antara Universitas Lampung dan Pemkab Lamtim diserahterimakan pada 26 Januari 2006.
Ya, memang banyak sekali waktu yang dikorbankan, munculnya konflik, prasangka yang salah, tidak memahami pengembangan keilmuan, dan kelembagaan dalam pengembangan hutan bakau tersebut. Namun, itu semua bukanlah hambatan yang berarti.
"Asalkan kami melakukan sesuai keilmuan yang kami miliki dan dengan niatan yang baik maka semua hambatan itu akan menyingkir dengan sendirinya," ujar dia.
Integrasikan Manajemen Hutan Mangrove
Segera setelah masuk program tripartit, akhir Desember 2004, Asihing diminta presentasi di depan Muhajir Utomo, rektor Unila kala itu. Dia berbicara tentang program yang akan dikembangkan di hutan mangrove (bakau) yang diberinya nama Lampung Mangrove Center tersebut.
"Saya memaparkan tentang integrated management of mangrove forest management. Kenapa hal tersebut saya kemukakan karena melihat kondisi hutan yang berada di perbatasan daratan dan lautan yang melibatkan tidak hanya satu dinas teknis, tetapi bisa lebih banyak dinas teknis terlibat," ujar dia mengenang pertemuan itu.
Di depan Rektor, Asihing berargumen integrasi perlu dilakukan supaya tidak ada tumpang tindih aktivitas yang memboroskan anggaran. Tujuan akhirnya, efisiensi dan efektivitas pembangunan. Setelah memaparkan program, Rektor menyetujui dan segera dilakukan audiensi di Kabupaten Lampung Timur oleh tim tripartit mangrove Unila.
Kemudian, disusunlah program bersama yang akan dijadikan acuan dalam pengembangan Lampung Mangrove Center. Setidaknya ada enam program bersama waktu itu, salah satunya adalah terbangunnya Mangrove Center Building sebagai aktivitas penelitian dan pengembangan mangrove skala nasional bahkan internasional.
Selanjutnya, pembangunan jejaring kerja mangrove nasional dan internasional telah dilakukan pada 2009. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove II Wilayah II Kementrian Kehutanan dan Subsectoral Program on Mangrove?Japan International Cooperation Agency (JICA) juga telah berkiprah di LMC.
Sejak tahun 2010, Asihing melanjutkan studi S-3 dengan spesialisasi kebijakan pengelolaan hutan bakau di Lampung Mangrove Center. Dengan rasa percaya diri, Asihing sampaikan ke promotor Asihing di IPB bahwa pengelolaan di LMC telah berlangsung secara berkelanjutan (sustainable) sampai saat ini, dari 2004 sampai 2012.
Dia baru saja menyelesaikan analisis penelitian tentang peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan bakau di Forest Policy and Nature Conservation, Forestry Faculty, University of Gottingen, Germany, di bawah bimbingan Maximilian Krott.
Krott menunjukkan antusiasme dengan memberikan judul pada draf jurnal internasional Asihing yaitu Actors, Interests, and Conflict in Sustainable Mangrove Forest Management?A Case from Indonesia. Nama Lampung Mangrove Center, Universitas Lampung, Kabupaten Lampung Timur, dan Provinsi Lampung didengar di Jerman.
Bahkan, para anggota tim profesor di Jerman tidak percaya akan adanya kerja sama yang telah berlangsung cukup lama yaitu selama delapan tahun berjalan (2004?2008). Asihing melakukan studi tentang pengelolaan hutan bakau di dunia, ternyata pengelolaan hutan mangrove bersama masyarakat, Universitas Lampung, dan Kabupaten Lampung Timur, merupakan contoh yang sangat bagus dibandingkan negara-negara di dunia lainnya.
Di Tanzania, Afrika Timur, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang masih karut-marut atau tumpang tindih kegiatan di antara dinas teknis dalam pengelolaannya. Kita perlu berbangga hati karena pengelolaan yang berjalan selama delapan tahun ini bisa memberikan warna pada pengelolaan hutan bakau di dunia.
Asihing yakin, jika hutan mangrove 700 hektare mendapat dukungan seluruh sivitas akademika Unila, almamaternya akan dapat mengalahkan Fakultas Kehutanan Gadjah Mada dan Institut Pertanian Bogor dalam hal ihwal mengenai mangrove.
Selama memperjuangkan 700 hektare hutan bakau dan menjaga keberlanjutannya untuk kepentingan pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan, bukannya tanpa hambatan. Namun, bila kita memang sudah berniat tulus dan mengembangkan keilmuan berdasarkan kemampuan yang kita miliki, insya Allah pasti ada jalan keluar walaupun sesulit apa pun hambatan yang menghalang. "Tuhan beserta orang-orang yang tulus," ujar dia optimistis. (ABDUL GOFUR/S-2)
BIODATA
Nama : Asihing Kustanti
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 27 September 1971
Agama : Islam
Alamat : Jalan Cendana 50 Bataranila, Bandar Lampung
Pendidikan :
- Sandwich Like DIKTI ke Departemen Kebijakan Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Gottingen Jerman tentang Actors, Interests, and Conflict in Sustainable Mangrove Forest Management in Lampung Mangrove Center?A Case From Indonesia, 2012.
- Menempuh pendidikan Program Doktor pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian (IPB) Bogor, 2010-sekarang.
- S-2 Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, 1999-2002.
- S1-Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1990-1995
- SMA Negeri 5 Surabaya, 1987?1990
- SMP Negeri 3 Surabaya, 1984?1987
- SD Negeri Petemon XII Surabaya, 1978?1984
Pengalaman Kerja :
- Kepala Pusat Penelitian Pesisir dan Kelautan Unila, 2008-2010
- Koordinator Model Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Lampung Mangrove Center kerja sama Universitas Lampung, BPHM Wilayah II Sumatera, Sub Sectoral Program on Mangrove-JICA (Japan International Cooperation Agency), 2008?2010
- Ketua Tim Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove Pantai Timur Unila (kerja sama Pemda Lamtim, masyarakat, dan Unila), 2005-2010
- Tim Redaksi Warta FP Universitas Lampung 2004-2009
- Sekretaris Jurusan Manajemen Hutan FP Unila, 2004-2008
- Ketua Tim Pelaksana Praktek Umum Jurusan Manajemen Hutan FP Unila, 2003-2005
- Kepala Laboratorium Silvikultur dan Perlindungan Hutan FP Unila, 2002-2004
- Dosen Jurusan Manajemen Hutan FP Unila, 1997?sekarang
- Staf of AMDAL PT Selaras Rona Consultant, Jakarta, 1995-1997
Sumber:
Inspirasi, Lampung Post, Senin, 24 Desember 2012
ASIHING Kustanti melihat pepohonan dengan perakaran yang mencuat ke permukaan lautan itu sebagai nan objek eksotik. Baginya mangrove adalah simbol keteguhan hati.
Dalam pandangan Asihing, mangrove (bakau) adalah gambaran objek menarik, tetapi mampu menahan gempuran ombak. Hal ini menginspirasinya sejak kecil, terutama ketika ia sering berjalan-jalan dengan keluarga ke pantai ber-mangrove di Surabaya tempat kelahirannya.
Rupanya aktivitas jalan-jalan sepanjang pantai berbakau tetap dilanjutkan saat mengikuti praktek umum di tingkat sarjana di IPB. Waktu itu Asihing praktek di hutan bakau Cilacap, Jawa Tengah.
Kesenangan Asihing terhadap hutan mangrove makin menggila. Setelah Asihing lulus sarjana kehutanan IPB tahun 1995, Asihing menjadi dosen di Universitas Lampung. Di sini ia terlibat dalam upaya pelestarian 700 hektare hutan bakau.
Sepulang S-2 dari IPB, Asihing mengampu mata kuliah wajib Manajemen Hutan Mangrove di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unila sejak tahun 2002. Pada November 2004, kegiatan praktikum dilaksanakan di hutan bakau Desa Margasari, Lampung Timur.
Pada waktu itu mahasiswa praktek di hutan mangrove selama tiga hari, menginap di hutan bakau dengan menggunakan tenda. Melihat keseriusan mahasiswa melaksanakan praktek, Kepala Desa Sukimin (alm.) berinisiatif menyerahkan hutan bakau seluas 50 ha kepada Unila sebagai hutan pendidikan.
Tidak menyia-nyiakan inisiatif tersebut, Asihing langsung membuat surat kepada dekan Fakultas Pertanian Unila yang diteruskan ke rektorat dan suratnya mendapatkan tanggapan. Singkat cerita, hutan bakau dimasukkan ke program tripartit Unila, masyarakat, dan Pemkab Lampung Timur.
"Untuk mendapatkan hutan mangrove 700 hektare tidaklah mudah. Prosesnya memakan waktu cukup panjang dan melelahkan. Mulai dari audiensi, proses administrasi, penanganan konflik, dan negoisasi, berlangsung hampir satu tahun dengan pihak-pihak dari dinas teknis Pemkab Lamtim," ujar dia.
Namun, semuanya bisa diselesaikan dengan pendekatan komunikasi, keilmuan, dan koordinasi. Lahirnya MoU, naskah kerja sama, nota kesepahaman, dan penerbitan izin lokasi pengelolaan antara Universitas Lampung dan Pemkab Lamtim diserahterimakan pada 26 Januari 2006.
Ya, memang banyak sekali waktu yang dikorbankan, munculnya konflik, prasangka yang salah, tidak memahami pengembangan keilmuan, dan kelembagaan dalam pengembangan hutan bakau tersebut. Namun, itu semua bukanlah hambatan yang berarti.
"Asalkan kami melakukan sesuai keilmuan yang kami miliki dan dengan niatan yang baik maka semua hambatan itu akan menyingkir dengan sendirinya," ujar dia.
Integrasikan Manajemen Hutan Mangrove
Segera setelah masuk program tripartit, akhir Desember 2004, Asihing diminta presentasi di depan Muhajir Utomo, rektor Unila kala itu. Dia berbicara tentang program yang akan dikembangkan di hutan mangrove (bakau) yang diberinya nama Lampung Mangrove Center tersebut.
"Saya memaparkan tentang integrated management of mangrove forest management. Kenapa hal tersebut saya kemukakan karena melihat kondisi hutan yang berada di perbatasan daratan dan lautan yang melibatkan tidak hanya satu dinas teknis, tetapi bisa lebih banyak dinas teknis terlibat," ujar dia mengenang pertemuan itu.
Di depan Rektor, Asihing berargumen integrasi perlu dilakukan supaya tidak ada tumpang tindih aktivitas yang memboroskan anggaran. Tujuan akhirnya, efisiensi dan efektivitas pembangunan. Setelah memaparkan program, Rektor menyetujui dan segera dilakukan audiensi di Kabupaten Lampung Timur oleh tim tripartit mangrove Unila.
Kemudian, disusunlah program bersama yang akan dijadikan acuan dalam pengembangan Lampung Mangrove Center. Setidaknya ada enam program bersama waktu itu, salah satunya adalah terbangunnya Mangrove Center Building sebagai aktivitas penelitian dan pengembangan mangrove skala nasional bahkan internasional.
Selanjutnya, pembangunan jejaring kerja mangrove nasional dan internasional telah dilakukan pada 2009. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove II Wilayah II Kementrian Kehutanan dan Subsectoral Program on Mangrove?Japan International Cooperation Agency (JICA) juga telah berkiprah di LMC.
Sejak tahun 2010, Asihing melanjutkan studi S-3 dengan spesialisasi kebijakan pengelolaan hutan bakau di Lampung Mangrove Center. Dengan rasa percaya diri, Asihing sampaikan ke promotor Asihing di IPB bahwa pengelolaan di LMC telah berlangsung secara berkelanjutan (sustainable) sampai saat ini, dari 2004 sampai 2012.
Dia baru saja menyelesaikan analisis penelitian tentang peran pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan bakau di Forest Policy and Nature Conservation, Forestry Faculty, University of Gottingen, Germany, di bawah bimbingan Maximilian Krott.
Krott menunjukkan antusiasme dengan memberikan judul pada draf jurnal internasional Asihing yaitu Actors, Interests, and Conflict in Sustainable Mangrove Forest Management?A Case from Indonesia. Nama Lampung Mangrove Center, Universitas Lampung, Kabupaten Lampung Timur, dan Provinsi Lampung didengar di Jerman.
Bahkan, para anggota tim profesor di Jerman tidak percaya akan adanya kerja sama yang telah berlangsung cukup lama yaitu selama delapan tahun berjalan (2004?2008). Asihing melakukan studi tentang pengelolaan hutan bakau di dunia, ternyata pengelolaan hutan mangrove bersama masyarakat, Universitas Lampung, dan Kabupaten Lampung Timur, merupakan contoh yang sangat bagus dibandingkan negara-negara di dunia lainnya.
Di Tanzania, Afrika Timur, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang masih karut-marut atau tumpang tindih kegiatan di antara dinas teknis dalam pengelolaannya. Kita perlu berbangga hati karena pengelolaan yang berjalan selama delapan tahun ini bisa memberikan warna pada pengelolaan hutan bakau di dunia.
Asihing yakin, jika hutan mangrove 700 hektare mendapat dukungan seluruh sivitas akademika Unila, almamaternya akan dapat mengalahkan Fakultas Kehutanan Gadjah Mada dan Institut Pertanian Bogor dalam hal ihwal mengenai mangrove.
Selama memperjuangkan 700 hektare hutan bakau dan menjaga keberlanjutannya untuk kepentingan pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan, bukannya tanpa hambatan. Namun, bila kita memang sudah berniat tulus dan mengembangkan keilmuan berdasarkan kemampuan yang kita miliki, insya Allah pasti ada jalan keluar walaupun sesulit apa pun hambatan yang menghalang. "Tuhan beserta orang-orang yang tulus," ujar dia optimistis. (ABDUL GOFUR/S-2)
BIODATA
Nama : Asihing Kustanti
Tempat, tanggal lahir : Surabaya, 27 September 1971
Agama : Islam
Alamat : Jalan Cendana 50 Bataranila, Bandar Lampung
Pendidikan :
- Sandwich Like DIKTI ke Departemen Kebijakan Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Universitas Gottingen Jerman tentang Actors, Interests, and Conflict in Sustainable Mangrove Forest Management in Lampung Mangrove Center?A Case From Indonesia, 2012.
- Menempuh pendidikan Program Doktor pada Mayor Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian (IPB) Bogor, 2010-sekarang.
- S-2 Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, 1999-2002.
- S1-Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor (IPB), 1990-1995
- SMA Negeri 5 Surabaya, 1987?1990
- SMP Negeri 3 Surabaya, 1984?1987
- SD Negeri Petemon XII Surabaya, 1978?1984
Pengalaman Kerja :
- Kepala Pusat Penelitian Pesisir dan Kelautan Unila, 2008-2010
- Koordinator Model Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Lampung Mangrove Center kerja sama Universitas Lampung, BPHM Wilayah II Sumatera, Sub Sectoral Program on Mangrove-JICA (Japan International Cooperation Agency), 2008?2010
- Ketua Tim Pengelolaan Terpadu Hutan Mangrove Pantai Timur Unila (kerja sama Pemda Lamtim, masyarakat, dan Unila), 2005-2010
- Tim Redaksi Warta FP Universitas Lampung 2004-2009
- Sekretaris Jurusan Manajemen Hutan FP Unila, 2004-2008
- Ketua Tim Pelaksana Praktek Umum Jurusan Manajemen Hutan FP Unila, 2003-2005
- Kepala Laboratorium Silvikultur dan Perlindungan Hutan FP Unila, 2002-2004
- Dosen Jurusan Manajemen Hutan FP Unila, 1997?sekarang
- Staf of AMDAL PT Selaras Rona Consultant, Jakarta, 1995-1997
Sumber:
Inspirasi, Lampung Post, Senin, 24 Desember 2012
0 komentar:
Post a Comment