Hal itu dikatakan Kasi Bina Usaha pada Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (DPPK) Kabupaten Bekasi, Yudi Anhar. Klaim lahan hutan mangrove itu sudah berlangsung sejak 2007 lalu.
Menurut Yudi, munculnya klaim areal hutan mangrove disebabkan karena tidak adanya kejelasan batas antara milik pemerintah pusat dan masyarakat. Sehingga dengan bebas masyarakat setempat mengakui kalau areal tersebut miliknya.
Klaim sepihak itu diduga menjadi salah satu penyebab menyusutnya hutan mangrove di Muaragembong. Menurut Yudi, perlu adanya antisipasi agar pengakuan sepihak itu tidak berlanjut.
Salah satu cara untuk antisipasinya, kata dia, dengan cara membuat tapal batas di sekitar hutan mangrove. Dengan demikian masyarakat mengetahui batasan antara milik pemerintah pusat dan daerah.
“Tapal batas antara yang tanah rakyat dan tanah negara harus jelas,” katanya.
Jika tapal batas dibuat, maka harus disertakan sanksi bagi yang melanggar. Hal itu sebagai efek jera sekaligus melestarikan hutan mangrove dan pemukiman warga Muaragembong yang kini mulai terkikis akibat abrasi.
“Beberapa persoalan mengenai tanah negara dan tanah warga karena tidak ada tapal batas,” ujarnya.
GO BEKASI
0 komentar:
Post a Comment