Mangrove Pulau Tanakeke, Sulsel

on Thursday, August 20, 2015

Sejumlah warga menanam bibit mangrove atau tanaman bakau. Kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan, dan pengurangan luas dengan kehancuran lahan mencapai 530.000 ha/tahun. Sementara laju penambahan luas areal rehabilitasi mangrove yang dapat terealisasi hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Pulau Tanakeke, Sulsel, 23 Mei 2015. TEMPO/Hariandi Hafid

Hari Kemerdekaan, EMP Tanam Seribu Mangrove

on Wednesday, August 19, 2015

SUNGAI APIT (RIAUPOS.CO) - Berbagai cara yang dilakukan oleh warga, perusahaan, organisasi dan pemerintah dalam merayakan HUT Kemerdekaan RI ke-70. Ada yang menggelar pesta rakyat, pertandingan olahraga, dan lainnya. Namun, lain halnya dengan EMP Malacca Strait SA.

Perayaan hari kemerdekaan dirayakannya dengan melakukan penanaman seribu mangrove di pantai Mengkapan, Kecamatan Sungaiapit, Senin (17/8). Penanaman itu diikuti dari 200 orang, termasuk Manajemen EMP MSSA, Pemerintah Desa Mengkapan, LSM dan puluhan anak-anak, muda-mudi dan masyarakat sekitar.


Operasional Area Manajer EMP MSSA Sutedja E Saputra, mengatakan kegiatan penanaman mangrove ini merupakan kerja sama antara EMP MSSA dengan masyarakat Kampung Mengkapan. ‘’Kegiatan ini merupakan komitmen dari EMP untuk terus melakukan penanaman baik tanaman darat maupun tanaman laut,’’ ujar Sutedja.

Sejak pertengahan tahun 1980-an sampai hari ini sudah hampir 900 ribu batang mangrove yang ditanam di Pulau Padang. Di masa yang akan datang, pihaknya berupaya agar target penanaman 1 juta pohon terlaksana.

‘’Kita juga berharap ekowisata mangrove ini dapat membantu meningkatkan ekonomi masyarakat melalui penjualan cendera mata, makanan dan minuman, serta retribusi parkir,’’ tuturnya.

Kepala Kampung Mengkapan Nawawi, mengungkapkan rasa senang adanya kerja sama antara masyarakat Mengkapan dengan EMP MSSA untuk melestarikan tanaman mangrove ini. Ia berharap, kerja sama tersebut terus terjalin dengan baik.

Berbeda dari acara penanaman mangrove sebelumnya, kali ini EMP MSSA menggunakan tema ‘’Kami Cinta Menanam Mangrove’’ serta ‘’Ekowisata Mangrove’’ untuk menandai kegiatan cinta lingkungan ini.

Selain Operasional Area Manajer EMP MSSA Sutedja E Saputra dan Kepala Desa Mengkapan Nawawi, hadir pula Ketua Kelompok Mangrove Mengkapan Masdar, puluhan pekerja EMP MSSA, warga Desa Mengkapan, sejumlah mahasiswa KKN dari UIN dan siswa SDN 08 Mengkapan.

Kepala Departemen Komunikasi EMP Dahrul Hidayat, mengatakan sejak tahun 1990 hingga 2014, EMP MSSA melakukan penanaman mangrove sebanyak puluhan juta bibit di sekitar wilayah operasi.

Wilayah penanaman tersebut meliputi Selat Lalang di sisi Pulau Sumatera, Selat Lalang di sisi Pulau Padang, area sebelah timur Pulau Padang, dan sebelah utara Pulau Tebing Tinggi.

Dahrul memerinci, Selat Lalang di sisi Pulau Sumatera telah ditanam sebanyak kurang lebih 10 juta bibit. Wilayah itu meliputi Pantai Kayu Ara, Pantai Lalang, Pantai Mengkapan, Pantai Tanjung Buton dan Sungai Rawa.

Penanaman di Selat Lalang di sisi selatan Pulau Padang telah ditanam sebanyak 530.283 bibit. Area tersebut mencakup Pantai Tanjung Dingkul, Pantai Kurau, Pantai Lukit dan Pantai Tanjung Mayung.

Sedangkan penanaman di sebelah timur Pulau Padang sebanyak 167.085 bibit. Meliputi Pantai Melibur dan Pantai Teluk Belitung. ‘’Adapun di sebelah utara Pulau Tebing Tinggi juga telah ditanam sebanyak 40.250 bibit mangrove, yang terfokus di Pantai Mengkikip,’’ jelasnya.


RIAU POS

Jamkrindo Bagikan 1945 Pohon Mangrove Di Aceh

on Sunday, August 16, 2015

Jamkrindo Bagikan 1945 Pohon Mangrove di Aceh


JAKARTA - Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) membagikan bantuan berupa pemberian bibit mangrove kepada Banda Aceh, Meulaboh dan Lhoksemawe.

Adapun, masing-masing daerah yang berlokasi di Provinsi Aceh tersebut diberikan sejumlah 1945 bibit mangrove/bakau. Patut diketahui, kegiatan tersebut merupakan rangkaian acara bertemakan 70 Tahun BUMN Hadir untuk Negeri dan dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia.

“Kami bersama pemangku kepentingan ingin pemberian bibit mangrove ini bisa bermanfaat secara jangka panjang bagi masyarakat pesisir di Aceh pada khususnya,” kata Direktur Utama Jamkrindo Diding S. Anwar di Aceh, seperti diberitakan melalui keterangan resminya, Minggu (16/8/2015).

Khusus di wilayah Aceh, Kementerian BUMN memberikan mandat Jamkrindo dan rekanan BUMN lainnya untuk memberikan bantuan kepada masyarakat Aceh.

Bisnis.com
Menurutnya, pemberian bantuan bina lingkungan bibit mangrove ini diharapkan mampu memberikan nilai ekonomi kepada warga sekitar. Hal itu juga sejalan dengan tujuan Jamkrindo untuk mengangkat perekonomian masyarakat khususnya di sektor usaha mikro kecil menengah dan koperasi.

Iwan Fals Tanam 10 Ribu Mangrove di Cirebon

on Friday, August 14, 2015

Iwan Fals di Pantai Mundu, Cirebon (Foto: Metrotvnews.com / Ahmad Rofahan)
Iwan Fals di Pantai Mundu, Cirebon (Foto: Metrotvnews.com / Ahmad Rofahan)
Metrotvnews.com, Cirebon: Bentuk aksi kepedulian Oi dalam pelestarian alam dibuktikan dengan Penanaman 10 ribu Pohon mangrove di Pantai Mundu Kabupaten Cirebon. Iwan Fals hadir bersama istri dan sejumlah pengurus Oi (Orang Indonesia).

"Orang yang pintar adalah orang yang mencintai alam," kata Iwan Fals dalam sambutannya saat penanaman mangrove di Pantai Mundu Cirebon, Jumat, 14 Agustus.

Penanaman 10 ribu pohon mangrove ini merupakan salah satu rangkaian acara Jambore Nasional Oi yang akan diselenggarakan pada tanggal 15-17 Agustus nanti di Bumi Perkemahan Sidomba Kuningan Jawa Barat.

Iwan berharap Oi dapat terus aktif dalam pelestarian alam. Dirinya juga merasa bangga dengan banyaknya informasi yang didapatkan, mengenai peranan Oi di sejumlah wilayah yang sudah membantu masyarakat dalam pelestarian alam.


Iwan Fals di Pantai Mundu, Cirebon (Foto: Metrotvnews.com / Ahmad Rofahan)

"Mangrove itu manfaatnya cukup banyak, Dan bukan kali ini saja Oi bergerak seperti ini. Dari zaman gigit besi Oi sudah peduli dengan alam,"kata Iwan.

Diperkirakan Jambore Nasional Oi di Kuningan akan dihadiri oleh ribuan peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Pada penyelenggaraan Jamnas Oi yang lalu di Jepara, sekitar 2.500 peserta hadir dalam kegiatan tersebut.

"Sampai hari ini sudah ada sekitar 850 peserta yang sudah registrasi, kemungkinan masih bertambah," kata Rossana Listanto, istri sekaligus Ketua umum Oi.


Iwan Fals di Pantai Mundu, Cirebon (Foto: Metrotvnews.com / Ahmad Rofahan)
AWP 
 
 
 
METRO TV NEWS

Jambore Mangrove Gerakan cinta Laut

on

 
Kegiatan Ayo Tumbuhkan Mangrove (ATM) dilakukan di lokasi ekowisata mangrove dengan menanam 1.000 bibit Rhizophora sp.

JAKARTA,  –  Sebagian besar mangrove di wilayah pesisir Indonesia kondisi terdegradasi belakangan ini. Pemanfaatan ekosistem mangrove yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian, telah menambah beban degradasi. Salah satu pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan diantaranya kegiatan pertambakan yang merusak ekosistem serta limbah buangannya yang dapat membahayakan biota yang ada di kawasan mangrove.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad mengatakan, permasalahan tersebut perlu ditangani melalui peningkatan kesadaran. Tahun ini pihaknya mengiinisiasi “Gerakan Cinta Laut” yang salah satunya dilakukan melalui Jambore Mangrove. Kegiatan tersebut merupakan perkemahan dengan tujuan meningkatkan kecintaan masyarakat terutama generasi muda terhadap ekosistem.

‎"Kegiatan Jambore Mangrove pada  2015 ini dilakukan di Desa Karangsong, Indramayu pada tanggal 12-14 Agustus 2015 dengan puncak acara bersamaan dengan Hari Pramuka pada tanggal 14 Agustus 2015," kata Sudirman Saad, saat melakukan kunjungan kerjanya ke Indramayu, Kamis (13/8).

Menurut Sudirman, untuk mensukseskan acara tersebut, pihaknya kerjasama dengan Kwartir Daerah Pramuka Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Indramayu. Jumlah peserta Jambore Mangrove sebanyak 1.000 orang yang terdiri dari 900 peserta dari Indramayu dan 100 orang peserta dari Cirebon.
Pihaknya juga melibatkan  Instansi yang terkait di Pusat, seperti Komisi IV DPR RI, Bupati Indramayu, Kwarda Jawa Barat, SKPD Provinsi dan Kabupaten Jawa Barat, Kwarcab se-Jawa Barat, serta Muspida dan SKPD Kabupaten Indramayu. Kegiatan ini akan diisi oleh berbagai aktivitas diantaranya Ayo Tumbuhkan Mangrove (ATM), Bersih Pantai (Pesisir Berseri), Sekolah Pantai Indonesia (SPI), pelatihan pengolahan sampah, pelatihan pengolahan mangrove, pelatihan bioteknologi, perlombaan mengenai gerakan cinta laut, pawai, api unggun, dan pagelaran kesenian.

Kegiatan Ayo Tumbuhkan Mangrove (ATM) akan dilakukan di lokasi ekowisata mangrove dengan menanam 1.000 bibit Rhizophora sp. Sekolah Pantai Indonesia (SPI) dilakukan di lokasi yang sama untuk pengamatan ekosistem mangrove untuk mengetahui kerapatan dan jenis mangrove. Sedangkan kegiatan bersih pantai dilakukan di sekitar Pantai Karangsong. Sementara itu, untuk pengamatan cuaca dan kegiatan pelatihan pengolahan sampah, pelatihan pengolahan mangrove, pelatihan bioteknologi, perlombaan juga di pusatkan di Karangsong. 

Pemerintah telah melakukan berbagai program aksi rehabilitasi wilayah pesisir, namun laju kerusakan lebih besar daripada upaya rehabilitasi. Program-program tersebut tidak dapat memberikan hasil yang nyata tanpa dukungan masyarakat dan pihak terkait lainnya. Pelibatan masyarakat diperlukan untuk kepentingan pengelolaan secara berkelanjutan pada sumberdaya hayati di ekosistem pesisir.
"Masyarakat harus terlibat, berperan aktif. Karena masyarakat adalah stakeholder yang bersentuhan secara langsung dengan ekosistem pesisir. Kegiatan Jambore Mangrove merupakan salah satu bentuk pelibatan masyarakat sejak usia dini, karena mereka merupakan generasi penerus bangsa," tutup Sudiman.

 INDOPOS

Sebagian Besar Mangrove Pesisir Jabar Terdegradasi

on Wednesday, August 12, 2015


Sebagian Besar Mangrove Pesisir Jabar Terdegradasi
ASEP BUDIMAN/PRLM
DARI kiri, Ketua Kwarda Jabar Dede Yusuf, Bupati Indramayu Anna Sophanah, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kemenlutkan Sudirman Saad, dan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron berbincang saat kegiatan Jambore Mangrove di Pantai Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Rabu (12/8/2015).*

 
 
INDRAMAYU, -Sebagian besar mangrove di wilayah pesisir Jawa Barat berada dalam kondisi terdegradasi. Akibatnya, terjadi abrasi di sepanjang pesisir pantai dan mengancam biota laut.
Hal itu terungkap saat acara Jambore Mangrove Tingkat Daerah Jawa Barat Tahun 2015 bertema "Mari selamatkan Ekosistem Mangrove dalam Mewujudkan Kelestarian Pantai" di Pantai Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Rabu (12/8/2015).

Acara ini dihadiri oleh instansi terkait di pusat, Komisi IV DPR RI, Bupati Indramayu dan wakilnya, Ketua Kwarda Jabar, Ketua DPRD, serta muspida dan SKPD Kabupaten Indramayu.

Anggota Komisi IV DPR RI Jabar Dapil III Cirebon-Indramayu, Ono Surono, menyebutkan, kawasan mangrove di Jabar secara umum dalam kondisi terdegredasi.

Menurut dia, sejumlah daerah yang mengalami kerusakan mangrove yaitu Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon.

"Yang paling parah adalah Karawang, antara lain oleh pembangunan breakwater, kemudian Cirebon dan Subang," ucapnya.

Sementara Kabupaten Indramayu, dinilai Ono, terus terjadi kerusakan, yang terparah di Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat.

Meskipun demikian, dia menilai, kondisi Kabupaten Indramayu lebih baik daripada wilayah pesisir lainnya di Jawa Barat sehingga ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya sebagai Mangrove Center wilayah barat Indonesia, Juni lalu.

Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan, pemanfaatan ekosistem mangrove yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian, telah menambah beban degradasi mangrove di wilayah pesisir.

Salah satu pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan di antaranya kegiatan pertambakan dan limbah buangannya.

Salah satu upaya untuk mengatasi itu, kata Saad, pihaknya menginisiasi Gerakan Cinta Laut melalui Jambore Mangrove.

Dia menjelaskan, kegiatan ini melibatkan seribu peserta anggota Pramuka, yaitu 900 peserta dari Indramayu dan 100 peserta dari Cirebon.

Jambore dengan tema mangrove, ungkapnya, untuk mengingatkan bahwa Indonesia dominan laut dan strategis. Menurut dia, kesuburan laut sangat ditentukan seberapa sehat dan suburnya mangrove di pantai. "Laut adalah lumbung kita yang terakhir, masa depan Indonesia," ujarnya.

Ketua Kwartir Daerah Pramuka Jawa Barat Dede Yusuf menyebutkan, kegiatan Jambore Mangrove merupakan pertama kali di Indonesia. Dia memandang, pelestarian mangrove itu penting sebagai bentuk keniscayaan bahwa manusia hidup berdampingan dengan lingkungan.

Kabupaten Indramayu yang punya panjang pantai 147 km, kata Dede, setiap tahun terjadi abrasi yang mengikis pantai. Oleh sebab itu, gerakan melestarikan mangrove penting untuk menjaga pantai dari rob ataupun abrasi.

"Siapa yang bertanggung jawab? Pertama, pemerintah. Kedua, masyarakat. Ketiga, generasi muda, termasuk Pramuka," ucapnya.

Bupati Anna Sophanah menyadari bahwa upaya Pemkab Indramayu tidak akan berjalan tanpa dukungan pemprov dan pemerintah pusat serta partisipasi masyarakat.
Dia bersyukur Kabupaten Indramayu dijadikan Mangrove Center, yaitu kawasan restorasi mangrove untuk wilayah barat Indonesia sehingga bisa menjadi percontohan bagi daerah lain. (Asep Budiman/A-89)***

PIKIRAN RAKYAT

Sambut HUT RI, Lantamal-1 Tanam Mangrove

on Tuesday, August 11, 2015

 

SECANGGANG I  - Menyambut HUT-RI yang ke-60 Lantamal-1 menanam 5000 batang mangrove dikawasan pesisir, selain ikut merehabilitasi hutan mangrove, kegiatan ini juga ikut mendukung program ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah. Demikian disampaikan Kasub Dinas Dayaguna Dinas Potensi Maritim Lantamal-1 Mayor (Mar) Hakmer Simanjuntak, Selasa (11/8/2015) saat mengambil bibit mangrove di Desa Selotong, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat.

Penanaman mangrove jenis Rhyzopora Apicculata ini nantinya dilaksanakan bekerjasama dengan Pramuka Saka Bahari dan masyarakat pesisir binaan Lantamal-1. Menurut Mayor Hakmer Simanjuntak, bibit mangrove ini diambil dari pembibitan milik Ketua Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Korda Sumatera Utara di Desa Selotong Kecamatan Secanggang dan ditanam di pesisir Belawan. Selain merehabilitasi Mayor Hakmer juga mengatakan penanaman mangrove itu juga merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap program ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah.

“Kita mendukung program ketahanan pangan, karena apabila mangrove tumbuh subur maka biota laut seperti ikan, udang dan kepiting akan berkembang biak, itu berarti penghasilan masyarakat pesisir menjadi lebih baik,” ujar Mayor Hakmer Simanjuntak.

Masih kata Mayor Hakmer Simanjuntak mangrove yang tumbuh subur juga bisa menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia serta bisa menyerap karbondioksida serta kimia lain yang dihasilkan oleh industri yang berada di kawasan pesisir.

Lebih lanjut dikatakan Perwira Menengah itu, penanaman mangrove ini bukan yang pertama dilakukan oleh TNI-AL  namun ini merupakan lanjutan dari yang telah dilakukan dimana puluhan ribu batang mangrove telah ditanam di sejumlah desa binaan Lantamal-1 seperti Pantai cermin, Serdang Bedagai, Percut, Belawan sekitarnya seperti Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.Mayor Hakmer Simanjuntak berharap dari apa yang dilakukan oleh TNI-AL ini bisa memotivasi masyarakat, lembaga, mahasiswa, para pecinta lingkungan, Kader Konservasi, dan para pelajar untuk ikut melestarikan hutan dengan cara menanam kembali, karena apa yang kita lakukan hari ini merupakan titipan untuk anak cucu kita nanti.

Ketua FK3I Korda Sumatera Utara Mhd. Said didampingi Sekretaris FK3I, M. Salim mengatakan bila ada masyarakat maupun mahasiswa yang ingin menanam mangrove, bisa mengambil bibit dengan jumlah tertentu dengan Cuma-Cuma asalkan benar-benar ditanam dan dirawat serta melaporkan perkembangannya ke FK3I. 

DNA BERITA

Korupsi Dana Penanaman Mangrove, Kadishutbun Subang Ditahan

on

YUSUF ADJI/PRLM
KEPALA Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Subang Ading Suherman tengah digiring Kasipidsus Kejaksaan Negeri Subang, Anang Suharto dan Kasi Interl Choki Hutapea menuju mobil yang membawanya ke Lapas Subang, Selasa (11/8/2015). Kejaksaan menahan tersangka terkait dugaan penyimpangan pada kegiatan penanaman hutan mangrove.*




SUBANG, - Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Subang Ading Suherman ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Subang terkait kasus dugaan korupsi proyek penanaman hutan mangrove (bakau) tahun anggaran 2013 senilai Rp750 juta. Sebelumnya Ading Suherman telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Berdasarkan informasi, Ading memenuhi panggilan kejaksaan, Selasa sekitar pukul 10.00 WIB. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Subang, Anang Suhartono, didampingi Kepala Seksi Intelejen Chokky Maraden Hutapea menuturkan, sebelum ditahan, tersangka AS diperiksa intensif oleh penyidik selama empat jam lebih, dimulai sejak pukul 11.00 WIB.

Sekitar pukul 15.15 WIB, tersangka digiring menuju mobil tahanan dan dijebloskan ke Lapas Kelas IIA Subang sebagai tahanan titipan kejaksaan.

Dengan demikian sudah dua tersangka yang ditahan kejaksaan dalam perkara sama. Sebelumnya, Selasa (4/8/2015) satu tersangka sudah lebih dulu ditahan, yaitu Moch. Jueni warga Kabupaten Sumedang selaku kontraktor pada kegiatan penanaman mangrove.

"Yang bersangkutan kami tahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan. Selain sudah ditetapkan sebagai tersangka, penahanan ini dalam kapasistasnya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK)," kata Kepala Seksi Pidana Khusus, Kejari Subang, Anang Suhartono didampingi Kasi Intel, Choki, di kantor Kejari Subang, Selasa (11/8/2015).


Dalam kasus ini, tersangka AS berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek penanaman mangrove di Dinas Hutbun, yang pelaksanaannya diduga menyimpang, sehingga merugikan keuangan negara. Namun, pihaknya belum tahu pasti jumlah kerugiannya, karena masih dihitung BPKP.

"Penahanan ini berkaitan dengan substansi dan peran Pak AS (tersangka) sebagai PPK mangrove," timpalnya.

Hingga kini, pihaknya sudah menetapkan sedikitnya tiga tersangka dalam kasus korupsi ini, yakni MJ (Muhamad Jueni) dan AP (Agus Pramanto) keduanya kontraktor (pelaksana) proyek mangrove, serta AS (Ading Suherman) yang merupakan PPK mangrove sekaligus Kepala Dinas Hutbun Subang. Adapun satu tersangka lainnya, AP, akan segera diperiksa dan dilakukan penahanan di hari berikutnya.

Anang menegaskan, kasus ini masih terus dikembangkan, sehingga tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka bakal bertambah. "Iya, dimungkinkan bertambah, bergantung pengembangan nanti," tegasnya.

Dalam kasus yang merugikan negara ini, penyidik menemukan sejumlah indikasi penyimpangan.

"Diantaranya, bahwa pelaksanaan pekerjaan terindikasi tidak sesuai kontrak dan spesifikasi yang ditentukan," timpal Chokky Hutapea.

Sementara itu, meski tampak emosional, adik kandung tersangka AS, Ida Sudayat, mengaku pasrah atas penahanan yang dilakukan kejaksaan terhadap kakaknya.

Mewakili keluarga, pihaknya menegaskan siap bersikap kooperatif dan menaati prosedur hukum yang berlaku.

"Sebagai warga negara yang taat hukum, kami siap menempuh prosedur hukum, kami kooperatif, semuanya kami serahkan kepada proses hukum yang bejalan. Soal benar-tidaknya kakak saya, nanti buktikan di sidang majlis (sidang pengadilan)," pungkas Ida.

Sekadar diketahui, pada Mei 2015 silam, aparat Kejari Subang sempat menggeledah sejumlah ruangan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta DPPKAD Subang, terkait pengusutan kasus dugaan korupsi proyek mangrove.

Proyek ini merupakan luncuran dari tahun 2011, dan baru dapat dilaksanakan tahun 2013, sebab, di tahun 2012 tidak ada kegiatan penanaman mangrove. Nilai anggarannya mencapai Rp750 juta berasal dari APBN Pusat.

Program ini direalisasikan di lahan seluas 75 hektare di kawasan Pantai Patimban, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara.

Program yang ditujukan bagi tiga kelompok tani mangrove dengan jatah lahan 25 hektare per kelompok itu, dilaksanakan oleh kontraktor.


SINDONEWS / Pikiran Rakyat

100 Ribu Bibit Mangrove Bakal Ditanam Di Pesisir Tangkahan Serai

on Monday, August 3, 2015

P.BRANDAN - Seratus ribu bibit pohon mangrove akan ditanam pada kegiatan reboisasi di lokasi pesisir Dusun Tangkahan Serai, Kelurahan Pangkalanbatu, Kecamatan Brandan Barat, Kab.Langkat pada 27 Agustus mendatang.

Hal itu terungkap saat para Kelompok Tani Mangrove Bina Pesisir Cinta Damai mendampingi anggota DPRDSU H Syah Afandin dan anggota Komisi B DPRD Langkat Kirana Sitepu meninjau lokasi lahan mangrove yang akan direboisasi, Minggu (2/8). Dalam kesempatan itu, H Syah Afandin mengapresiasi kegiatan yang akan dilaksanakan para kelompok tani tersebut.

”Kita mengapresiasi kegiatan reboisasi yang dilakukan para kelompok tani ini.Karena, secara langsung telah menyelamatan kehidupan hutan di muka bumi ini. Kita berharap, kegiatan seperti ini didukung semua pihak. Karena banyak kita lihat hutan mangrove yang mati kehidupannya akibat digarap penggarap tanah.Mudah-mudahan dengan adanya kegiatan reboisasi ini nanti, hutan mangrove di pesisir Brandan Barat ini dapat berkembang sehingga daerah pesisir Kec Brandan Barat nantinya berpotensi sebagai daerah wisata mangrove,” harapnya.

Turut hadir juga dalam peninjauan tersebut, tokoh masyarakat, Ketua Gempita Teluk Aru Irjal, unsur FKPPI Edward M SE, Drs Armansyah AR dan puluhan anggota kelompok Tani mangrove Bina Pesisir Cinta Damai. Sementara anggota Komisi B DPRD Langkat Kirana Sitepu menyayangkan dengan adanya pengalihfungsian hutan mangrove menjadi kelapa sawit di daerah pesisir Kec.Brandan Barat.

”Ironis memang, disaat kita hendak melihat lahan yang akan direboisasi.Kita juga melihat lahan yang sudah dialihfungsikan yang jaraknya berdekatan dengan lahan yang akan direboisasi,” sebutnya.

Terkait ada intimidasi dari pihak-pihak penggarap tanah dengan kegiatan reboisasi ini, dia mengatakan, tidak seharusnya atau satu pun penggarap tanah yang dapat menghalangi reboisasi lahan mangrove yang ada di Indonesia. Anggota DPRD Langkat dari PDIP ini juga meminta kepada dinas terkait di Kab. Langkat agar dapat membantu kegiatan penanaman bibit pohon mangrove ini secara serius.

”Kita minta kepada instansi terkait di Kab Langkat ini untuk mendukung kegiatan ini ,” ujarnya.

BERITA SORE

Mahasiswa Unissula Teliti Potensi Ekonomi Mangrove

on Thursday, July 30, 2015


JakartaBuah mangrove yang dipandang sebelah mata ternyata mempunyai manfaat jika diolah menjadi tepung mangrove untuk berbagai bahan dasar olahan seperti peyek mangrove, stik mangrove, kue lumpur dan lain-lain.

Hal itu diketahui setelah mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Jawa Tengah, melakukan penelitian Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian kepada Masyarakat (PKM M) yang berjudul “Pemberdayaan Industri Mangrove secara Berkelompok Melalui Integrasi Pemuda Di Desa Tambak Rejo Kelurahan Tanjung Emas Semarang Utara” yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Setiap daerah pasti punya keunggulan dan keunikan tersendiri dan jika di kelola dengan cermat bukan tidak mungkin menghasilkan banyak hal yang positif,” ungkap Didik Wahyudi, mahasiswa Fakultas agama Islam Unissula yang punya minat di bidang penelitian.

Selain digunakan sebagai tumbuhan pencegah abrasi, tumbuhan mangrove juga dapat dikembangbiakkan melalui pembibitan yang nantinya bisa dijual kepada perusahaan maupun ke pemerintah setempat. Hal ini tentu membantu masyarakat dalam meningkatkan perekonomian. Banyak manfaat yang dihasilkan dari budidaya mangrove ini, melihat kondisi dan tempat Desa Tambak Rejo berada persis di bibir pantai,tentunya potensi laut juga dapat diperoleh dari penanaman mangrove.

Namun potensi yang dimiliki Tambak Rejo ini belum tergarap secara optimal sehingga langkah konkrit berupa edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan serta pemberdayaan Sumber Daya Alam (SDA) secara efisien. Dalam PKM ini yang menjadi mitra adalah para anak-anak, pemuda, dan orang tua.

“Banyak kegiatan yang kami lakukan seperti memberi edukasi tentang mangrove dan lingkungan kepada para pemuda dan anak-anak selama tujuh minggu, pelatihan pengolahan mangrove, serta penanaman mangrove diwilayah Tambak Rejo,” ungkap Didik.

Kegiatan ini berjalan hingga mencapai lima bulan, dan warga pelan-pelan mulai tergerak untuk bisa memanfaatkan potensi alam yang ada. Salah-satunya adalah dengan pembuatan keripik mangrove yang sekarang diusulkan menjadi produk unggulan ibu-ibu PKK Tanjung Emas. Tidak hanya itu, berkat edukasi serta pelatihan yang telah dilakukan mampu menggerakkan warga Tambak Rejo untuk memanfaatkan potensi lainnya seperti pengolahan bandeng presto serta menggandeng salah satu mitra Lazis Baiturrahman untuk memberi pinjaman modal.

Rendy Hendika | unissula.ac.id

Court allows construction in mangrove-buffer zone

on

MUMBAI: The Bombay high court on Wednesday in an important order paved the way for construction on vacant plots in five layouts under the three-decade-old Bombay Urban Development Project (BUDP) at Versova, Gorai, Charkop, Malwani and Mulund that fall within the 50-metre mangrove buffer zone.

Hearing applications filed by Mhada and housing societies that had been allotted the plots in the late 80s and early 90s, a division bench of Chief Justice Mohit Shah and Justice Anil Menon, exempted it from a 2005 HC order that banned construction activities in the buffer zone. The court noted that the layouts had been substantially developed along with amenities and are located beyond an existing tarred road on the landward side. "The plots that fall in the 50-metre buffer zone but are part of an approved layout for which environmental clearance has been granted by the Union ministry of environment and forest, then it will be treated as falling in the Coastal Regulation Zone II," said the judges, adding, "It is clarified that when deciding on CRZ clearance, the Maharashtra Coastal Zone Management Authority will have to satisfy that the plot is beyond an existing tarred road on the landward side." The HC order will help other similarly placed projects, which had received environmental clearance.

They can now directly approach the MCZMA for approval. Bombay Environmental Action Group on whose PIL, the HC in 2005 had banned construction activities in mangrove areas in 2005, had contended that the plots fall within CRZ I, where no construction is permitted. They also sought that all buildings that had already been constructed between 1994 and 2003 when environmental clearances were granted be declared as illegal. 
 

Seafood companies see big bucks in mangrove crab exports

on

KOCHI, - Identifying live crab exports as a potential money spinner, the Indian seafood industry is all set to rear mangrove crabs, so as to scale up the export of the crustacean that commands high price in the global market, particularly in Southeast Asia. The Marine Products Export Development Authority (MPEDA) has begun farming of crabs in the mangroves of Sindhudurg district in Maharasthra through coastal fishermen.


The UNDP-funded project, with the help of the forest department, has two objectives - to provide a sustainable livelihood for the fishermen and to protect the mangroves. It has identified 15 locations and work has begun in Devgud, Malvan and Vengurla taluks. "About 90 per cent of the life cycle of a crab happens in mangroves. So, they can be reared in ideal conditions. Green mangrove crab is a much sought-after variety and fetches a price of Rs 1,000 to Rs 1,400 a kg in the world market," said P Anilkumar, deputy director at MPEDA.
At present, mud crabs are reared in farms or ponds in states like Andhra Pradesh and Kerala The seeds are supplied by the Rajiv Gandhi Centre for Aquaculture in Tamil Nadu, the R&D wing of MPEDA, which achieved a breakthrough in crab hatchery technology with one of the highest survival rates in the world. The seeds are farmed by the self help groups of local fishermen and then supplied to the exporters once it reaches full size in around ten months. Live crab exports, mostly done by air from Chennai and Mumbai, are at present pegged around Rs 220 crore annually and has grown only marginally over the past few years.

Once the mangrove rearing becomes widespread, MPEDA hopes to increase it several times. To ensure steady supply of seeds, the agency is in the process of setting up another hatchery in Maharashtra. The crab exports have not picked up in a big way in Maharashtra and Gujarat. "Unlike in Chennai, there aren't many exporters in Mumbai who can share the cost of booking and sending the consignment by air.

The airport insists on exporting a minimum of one container that will involve more cost for us. The government should allow us to send consignments of smaller lots as it will be difficult to source crabs during the off season," said Subhash Sutar, live crab exporter in Mumbai. Since it takes 10 months to rear the mangrove crabs, MPEDA is also planning to allow the fishermen to cultivate softshell crabs in the mean time.

THE ECONOMIC TIMES

Rawat mangrove, muliakan hidup

on Monday, July 27, 2015

Rawat mangrove, muliakan hidup
Ilustrasi pelestarian hutan bakau (mangrove). (ANTARA/Oky Lukmansyah)
Kami juga melakukan sosialisasi dari satu rumah tangga satu ke rumah lainnya."
Gorontalo (ANTARA News) - "Hutan mangrove memiliki multifungsi, berfungsi secara ekonomi dan berfungsi secara proteksi maupun konservasi, baik itu buah, kayu, maupun daun, semuanya adalah hal-hal yang sangat bermanfaat," kata Profesor Soekristijono Soekardjo dari Institut Sains dan Teknologi (IST).

Namun, ia menilai, tidak semua masyarakat, bahkan pemerintah memahami fungsi tersebut dalam melestarikan bakau (mangrove) yang ada di sekitarnya.

Mangrove merupakan wilayah pesisir yang memiliki ekosistem transisi karena dipengaruhi daratan dan lautan. Hutan ini memiliki ekosistem sendiri dan memiliki fungsi ekologis yang luar biasa.

Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, juga menjadi tempat pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai macam biota.

Dengan mangrove pula, warga pesisir aman dari abrasi pantai, amukan angin topan, dan tsunami.

Dalam konteks perubahan iklim saat ini, ia mengemukakan, ekosistem mangrove menjadi sangat penting untuk dilestarikan karena memiliki nilai strategis dalam menyimpan karbon atau mengurangi emisi karbon dioksida.

Sederet alasan tersebut harusnya bisa mencegah tangan-tangan jahil merusak mangrove dengan alasan apa pun.

Teluk Tomini merupakan perairan teluk terluas di khatulistiwa serta memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan menjadi salah satu kekayaan bahari di Indonesia.

Kawasan perairan tersebut juga menjadi jantung segitiga terumbu karang dunia (coral triangle) yang kaya akan flora dan fauna, yakni terdapat kurang lebih 262 jenis karang dan 596 jenis ikan.

Ekosistem yang penting dari kawasan ini adalah ekosistem mangrove yang terletak di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Provinsi Sulawesi Utara.

Menurut laporan Tomini Bay Sustainable Coastal Livelihoods and Management (Susclam), luasan awal wilayah mangrove di Kabupaten Pohuwato lebih dari 13.243 hektare, sementara di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan seluas hampir 900 hektare.

Luasan itu kemudian semakin menyusut sejalan dengan kegiatan pembangunan infrastruktur dan perambahan dalam skala besar, terutama untuk pertambakan dan persawahan.

Dinas Kehutanan Pohuwato mencatat, terdapat 8.233 hektare hutan mangrove di daerah tersebut yang berubah fungsi menjadi tambak dengan jumlah penambak sekitar 997 orang.

Jumlah itu tesebar di Kecamatan Paguat 158 hektare, Kecamatan Marisa 198 hektare, Duhiadaa 978 hektare, Patilanggio 336 hektare, Randangan 2.403 hektare, Wonggarasi 2.473 hektare, Lemito 500 hektare, Popayato Timu 0,32 hektare, Popayato 673 hektare, dan Popayato Barat 507 hektare.

Bupati Pohuwato Syarif Mbuinga menjelaskan, beberapa faktor internal yang mengakibatkan kerusakan mangrove.

Ia berpendapat bahwa salah satunya adalah belum jelasnya batas kawasan hutan manggrove dengan lahan masyarakat, yang lazim disebut anak peduli lingkungan (APL).

"Selain itu, pengawasan oleh pemerintah desa, kecamatan, Dinas Kehutanan, dan instansi terkait, terutama BKSDA, belum maksimal. Apalagi, anggaran sarana dan prasarana pengamanan mangrove juga minim," katanya.

Bahkan, ia menyatakan, penduduk dari luar daerah berbondong-bondong datang ke Pohuwato demi membuka tambak perikanan di kawasan mangrove.

Meratapi setiap jengkal kerusakan saja tidak cukup. Beberapa tahun terakhir kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis lingkungan hingga dukungan lembaga internasional mulai melirik upaya pemulihan mangrove di Pohuwato.

Mangrove for the Future (MFF) merupakan salah satu program yang menggandeng seluruh unsur tersebut, bersatu melawan laju kerusakan dan mengembalikan kehidupan ekosistem.

Project Manager Mangroves for the Future Raquibul Amin mengatakan bahwa program tersebut merupakan respons dari ekosistem yang kompleks. Dampak bencana alam seperti tsunami bisa dikurangi atau diminimalkan.

Sejumlah lembaga dan kelompok masyarakat, seperti Kelompok Sadar Lingkungan (KSL) Paddakauang, Yayasan Insan Cita, Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya (Japesda), Destructive Fishing Watch (DFW), PKE2L Universitas Negeri Gorontalo, dan LSM perempuan WIRE-G, terlibat dalam setiap kegiatan kemitraan.

"Meskipun program ini judulnya adalah mangrove, sebenarnya apa yang kami lakukan ini tidak terbatas hanya pada hal itu, tetapi juga kepada kegiatan pengelolaan wilayah pesisir secara keseluruhan. Dari inisiasi awal yang banyak terkait dengan rehabilitasi, kemudian sekarang beralih pada konsep memberikan respons terhadap ketahanan masyarakat pesisir," katanya.

Rehabilitasi di antaranya dengan melakukan penanaman kembali bibit mangrove di wilayah yang telah rusak dengan melibatkan masyarakat yang pada sebelumnya tanpa sadar terlibat dalam perusakan mangrove untuk kebutuhan rumah tangga.

Bakau demi masa depan (Mangrove for the Future) juga ingin menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa mangrove penting bagi kehidupan dalam jangka panjang.

Selama intervensi program tersebut, masyarakat mulai menyadari potensi pemanfaatan berkelanjutan mangrove untuk menunjang ekonomi rumah tangga.

Kaum perempuan di wilayah pesisir sudah mulai memanfaatkan buah mangrove sebagai bahan makanan pengganti tepung untuk pembuatan kue, pembuatan gula nipah sebagai pengganti gula aren, abon ikan, teh, sirop, dan produk makanan berbasis mangrove lainnya.

Melalui pendidikan di sekolah, siswa juga dijejali dengan pengetahuan pentingnya menjaga dan memelihara fungsi sosial, ekonomi, dan ekologi mangrove.

"Kami sudah berpartisipasi, baik dari kaum perempuannya maupun masyarakat nelayan, ramai-ramai menanam mangrove. Kami juga melakukan sosialisasi dari satu rumah tangga satu ke rumah lainnya," kata Ketua KSL Paddakauang di Desa Torosiaje Jaya, Kecamatan Popayato.

Menurut dia, nelayan di Torosiaje juga diberi pelatihan membudidayakan ikan karang, seperti kerapu macan dan ikan kue, dengan cara jaring apung.

"Hasilnya kami nikmati sekarang ini karena sudah panen. Hasil panen sembilan jaring saja bila dijual bisa mencapai 30 juta rupiah," katanya menambahkan.


ANTARA NEWS

Hutan Mangrove bisa memainkan Peranan Penting di Melindungi Area Pesisir dari Kenaikan Muka Air Laut

on Saturday, July 25, 2015

Studi terbaru yang diterbitkan dalam Prosiding jurnal Royal Society A telah menunjukkan bahwa hutan mangrove dapat memainkan peran penting dalam melindungi wilayah pesisir dari kenaikan permukaan laut sebagai akibat dari perubahan iklim.
Dalam studi tersebut, para peneliti telah menggunakan simulasi matematika termutakhir sehingga mereka dapat mempelajari bagaimana hutan mangrove di Selandia Baru akan merespon terhadap peningkatan permukaan air laut.
Barend van Maanen dari Universitas Southampton mengatakan, "Saat hutan mangrove mulai membentuk, penciptaan jaringan saluran berlangsung sangat cepat. Arus pasang surut, transportasi sedimen dan mangrove secara signifikan mengubah lingkungan muara, menciptakan jaringan saluran padat".






Para peneliti melihat bahwa di mana mangrove tidak hadir daerah mendapatkan pengaruh buruk erosi yang sangat besar, dan air secara leluasa bergerak lebih ke dalam. Tapi daerah di mana mangrove hadir, gundukan tanah terbangun di sekitar akar bakau dan mengurangi daya rusak gelombang dan energi pasang surut.
Bahkan ketika kenaikan permukaan air laut berlangsung, mangrove menunjukkan kemampuannya untuk mempertahankan elevasinya di zona intertidal atas. Karin Bryan, profesor dari University of Waikato, masih melihat adanya pandangan bahwa di Selandia Baru, mangrove dilihat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan.
Tapi seperti ini tidak terjadi di negara-negara lain, di mana mereka dianggap sebagai penyangga untuk perubahan iklim di daerah dataran rendah. Mangrove menghapus karbon dari atmosfer dan melindungi manusia dari bahaya seperti tsunami. Giovanni Coco, profesor dari University of Auckland, berpendapat bahwa temuan studi membuktikan bahwa hutan mangrove memainkan peranan penting di muara dan lingkungan rawa-rawa payau.


MY CITY NEWS

Mangrove removal begins in Mangere

on Friday, July 24, 2015

Local board deputy chairwoman Carrol Elliot and chairwoman Lydia Sosene watch a Treesafe contractor at work on the mangroves.
Auckland Council Local board deputy chairwoman Carrol Elliot and chairwoman Lydia Sosene watch a Treesafe contractor at work on the mangroves.

Watersport lovers might soon be able to enjoy all Manukau Harbor has to offer including fishing, boating and waka ama activities.

Work to remove mangroves has begun as part of the Mangere-Otahuhu Local Board's mangrove management initiative.

Mangroves will be removed from 1.5 hectares of the harbour at Kiwi Esplanade, 4.2 hectares at Mahunga Drive and 1.1 hectares at Norana Park.

Board chairwoman Lydia Sosene says fast-tracking the programme is a priority and the board has dedicated $500,000 to the project over three years.

"We're really big on safeguarding the quality and future of our harbour so it's accessible and enjoyable for everyone," she says.

"These areas are significant sites for fishing, boating and waka ama activities and residents have been pretty clear the mangroves must go.

"Removing mangroves was a concern in our first term and we dedicated resources to properly identify and select removal sites based on ecological, geological, recreational and heritage values."
Deputy chairwoman Carrol Elliot says no tracked or wheel-based equipment will be used to ensure minimal disturbance of wildlife.

"Work has already begun in the Mahunga Drive area so it's completed before the nesting season of the banded rail and other local endangered bird species," Elliot says.

Mangroves will be cut at or below the harbour bed. At the end of each week the cuttings will be either hand-carried, towed on a skid, placed on a barge or removed by helicopter.
Treesafe Ltd, the company that has also undertaken work in Papakura's Pahurehure Inlet and Manurewa's Puhinui Inlet, has been contracted to do the work which should be completed in September.


MANUKAU COURIER

Nelayan Pamurbaya Sesalkan Cueknya Pemkot Surabaya

on Wednesday, July 1, 2015


Suaramandiri .com (Surabaya)   -Merasa tidak dipedulikan, karena jarang 'disentuh', nelayan dan petambak di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) menyesalkan sikap Dinas Pertanian Pemkot Surabaya.
 
Ungkapan penyesalan ini disampaikan beberapa petani tambak dan nelayan di Pamurbaya, karena selama ini, mereka tidak dipedulikan Pemkot Surabaya setiap kali membutuhkan bantuan dan perhatian, khususnya untuk mendukung kegiatan para nelayan dan petambak di Pamurbaya.
 
Ratno Koordinator Petani Tambak Truno Djoyo mengatakan, para petani tambak dan nelayan di Wonorejo, Rungkut, Surabaya, seringkali dicuekin Pemkot Surabaya setiap perlu bantuan.
 
"Beberapa waktu ini, kami membutuhkan bantuan dan perhatian dari Pemkot Surabaya, khususnya Dinas Pertanian, untuk melakukan perbaikan perahu milik nelayan dan petani tambak, tapi sampai sekarang, tidak satupun pejabat di Surabaya yang mau peduli dengan nasib kami," ujar Ratno, Minggu (28/06/2015).
 
Ditambahkan Ratno, peranan perahu ini untuk para nelayan dan petambak sangat penting, karena menjadi sarana utama untuk mata pencarian sehari-hari.
 
"Beberapa waktu lalu, kami sempat menyampaikan rencana perbaikan perahu-perahu kami yang sudah rusak, tapi tidak ada respon sama sekali," sesal Ratno.
 
Menurut Ratno, kondisi itu berbalik, kalau Dinas Pertanian atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain di Pemkot Surabaya butuh dan perlu bantuan para nelayan dan petambak di Wonorejo, Rungkut, Surabaya.
 
"Mereka selalu menganggap kami ini orang bodoh yang selalu dikalah-kalahkan, ini sangat tidak baik untuk hubungan kemitraan," tutur Ratno.
 
Selain membutuhkan bantuan perbaikan perahu, para nelayan dan petambak di Wonorejo, Rungkut, Surabaya juga membutuhkan alat tangkap ikan lainnya seperti jaring dan jala.
 
"Kami di sini juga membutuhkan diesel untuk mendukung aktifitas kami di malam hari, sehingga kami tidak kesulitan mencari sumber energi listrik waktu mencari ikan," ungkap Ratno.
 
Ditegaskan Ratno, beberapa kebutuhan nelayan dan petambak di Pamurbaya itu, sudah sering juga disampaikan ke beberapa anggota DPRD Surabaya dan Jawa Timur yang sering datang ke Wonorejo, Rungkut, Surabaya, tapi juga tidak ada tindak lanjut yang jelas.
 
"Semua hanya janji-janji dan tidak ada bukti, kami hanya jadi bahan dan sumber informasi yang tidak terlalu dipedulikan, kalau kami membutuhkan kerjasama dengan para pemangku kebijakan di pemerintahan dan birokrasi," ujar Ratno.
 
Sementara beberapa pejabat di Dinas Pertanian Pemkot Surabaya yang sering datang ke Wonorejo, Pamurbaya, sekarang juga mulai jarang berkunjung dan melihat kondisi nelayan dan petambak juga kondisi hutan mangrove di Pamurbaya yang terus rusak akibat banyaknya pengembang yang membabat mangrove untuk pembangunan perumahan.
 
Tidak hanya pengembang, di Kawasan Konservasi Mangrove, Wonorejo, Rungkut, Surabaya juga semakin parah kondisinya, dengan makin banyaknya lalu-lalang orang yang datang dengan berlindung mengatasnamakan pengembangan ekowisata mangrove, meski menyalahi konsep ekowisata yang seharusnya.
 
Beberapa pejabat di Dinas Pertanian Pemkot Surabaya yang dikonfirmasi tentang keluhan dan laporan para nelayan dan petambak ini, sampai sekarang enggan memberikan komentar, bahkan terkesan menghindar dari buruan jurnalis.

FLORIDA: Bakau yang dilindungi itu diratakan untuk acara Miami Boat Show 2016

on Tuesday, June 30, 2015





MIAMI , Florida ( Reuters ) - New revelations that a long strip of protected mangrove trees were illegally razed amid preparations for the 2016 Miami International Boat Show has outraged Florida environmentalists.

The lost trees, critical to the marine ecosystem, were hacked away in mid-May by a Miami city contractor in advance of the five-day show expected to draw about 100,000 attendees and 1,500 boats.

Environmental activists said in a letter to the U.S. Army Corps of Engineers that staging the show in an environmentally sensitive region could violate a number of federal laws including the Endangered Species Act and the Clean Water Act.

The federal agency is currently weighing permits for the boat show, slated to be held next February at the Miami Marine Stadium.

"You've got sea grasses, corals, manatees, all sorts of protected birds," said Mayra Peña Lindsay, mayor of nearby Key Biscayne, one of the show's staunchest opponents.

The affluent city, on an island just outside Miami city limits, has hired a public relations firm to demand the National Marine Manufacturers Association move its event elsewhere.

But the city of Miami, which has agreed to replant the trees that could take more than five years to grow to full size, continues to support the boat show.

"It was an isolated incident," said Miami Mayor Tomas Regalado.

The more than 300 feet (90 meters) of mangroves were razed from a beach abutting the Miami Marine Stadium, a historic yet long dormant seaside venue that once hosted ocean races and concert performances on floating stages.

Nonprofit organizations and the city of Miami have been working for years to revive the stadium, which was shuttered after Hurricane Andrew in 1992. Miami earlier this year agreed to spend $16 million on an extensive overhaul.

The boat show, celebrating its 75th anniversary in 2016, also committed several million to improving the structure.

"Boaters are some of the original conservationists," said Ellen Hopkins, spokeswoman for the National Marine Manufacturers Association.

KNTI Laporkan Kerusakan Hutan Mangrove Langkat Kepada Menteri

on


Langkat (SIB)- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Sumatera Utara, melaporkan kerusakan hutan mangrove register 8/L Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.

"Kami langsung melaporkan kerusakan hutan mangrove Langkat kepada Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Sumatera Utara Tajruddin Hasibuan, di Stabat, Sabtu (27/6).

Ia mengatakan, laporan tersebut disampaikan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, pada acara pertemuan dengan pemerhati lingkungan di Jakarta, Jumat (26/6).

Dalam pertemuan itu juga hadir Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia M Riza Damanik, Direktur Walhi Nasional Albert Nego Tarigan, Direktur Walhi provinsi se Indonesia, dan jaringan aktivis lingkungan hidup.

"KNTI Sumatera Utara menyampaikan persoalan dan solusi yang telah dilakukan di Kabupaten Langkat di kawasan ekosistem mangrove Register 8/L Desa Lubuk Ketang Kecamatan Brandan Barat," katanya.

Sekaligus pada kesempatan itu meminta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk segera menerbitkan izin areal kerja Masyarakat seluas 477 hektare, yang telah diajukan dan telah diverifikasi saat ini oleh Kementerian.

Serta meminta peninjauan izin pinjam pakai PT Pertamina persero untuk kegiatan sismix 3 D di blok Serembang, agar tidak dilakukan secara semena-mena karena itu merupakan hutan mangrove.

Pada kesempatan itu juga dilaporkan dan berharap segera eksekusi putusan Pengadilan Negeri Medan atas vonis konversi ekosistem mangrove seluas 750 hektare dengan pelaku Sutrisno alias Akam serta melanjutkan kasus kejahatan kehutanan yang telah disidik sejak tahun 2009 yang lalu.

Tajrudin Hasibuan juga menjelaskan para nelayan tradisional pesisir pantai telah menjaga dan merawat serta merehabilitasi dengan pendampingan konkret KNTI beserta jaringan dan telah membentuk beberapa kelompok kerja mangrove seperti Keluarga Bahari, Lestari Mangrove, Tunas Baru.

Ia juga mengungkapkan usai pertemuan dengan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup langsung merespons dan mengagendakan tindak lanjut untuk "Rapat Pimpinan" pada Senin (29/6) guna merespons seluruh laporan yang masuk tersebut.
 
HarianSIB.co

Lestarikan Mangrove Libatkan Semua Stakeholder

on Saturday, June 27, 2015


Ekosistem mangrove memberikan fungsi-fungsi ekologi, sosial ekonomi, dan fisik. Berbagai fungsi tersebut bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena itu perlu ada desain pengelolaan ekosistem mangrove dengan mempertimbangkan seluruh aspek secara terpadu. Seluruh kawasan Mangrove di Kota Tidore Kepulauan merupakan kawasan yang dilindungi secara hukum dan sosial budaya; Kawasan atau bagian yang hutan mangrove-nya telah mengalami kerusakan, harus dilakukan penanaman kembali; Kekhasan fisiografi wilayah, keragaman flora dan fauna secara ekologis perlu dipertahankan keasliannya dan dijaga kelestariannya. Keaslian dan kelestarian potensi alam hutan Mangrove di sekitar pantai yang terdapat di kelurahan Tosa dan Kelurahan Mafututu dapat diwujudkan bila kita mengenal kekayaan apa saja yang terkandung di dalamnya. Khasanah kekayaan alam hutan mangrove yang terpadu dengan budaya masyarakatnya memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai salah satu kawasan wisata.
Pengirim:  Tobak Toti
Pemerhati Lingkungan Hidup Tikep

MALUT POS

Tala Miliki 2.518 Hektar Hutan Mangrove

on Thursday, June 25, 2015

Namun dari 2.518 hektar hutan mangrove di pesisir pantai itu, yang kondisinya masih baik seluas 1.531 hektar, sementara 987 hektar hutan mangrove mengalami kerusakan," ujarnya.

Pelaihari  - Pesisir pantai Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, memiliki hutan mangrove seluas 2.518 hektar tersebar di lima kecamatan.

"Namun dari 2.518 hektar hutan mangrove di pesisir pantai itu, yang kondisinya masih baik seluas 1.531 hektar, sementara 987 hektar hutan mangrove mengalami kerusakan," ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup Tanah Laut (BLH Tala) Riyadi, selepas acara pencanangan Pelestarian Lingkungan Hidup Pesisir Berbasis Mangrove di Desa Kintap, Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut, Rabu.

Menurut dia, kerusakan hutan mangrove di wilayah pesisir kabupaten tersebut, akibat perubahan iklim, kegiatan bongkar muat batubara di pelabuhan khusus dan lingkungan yang tidak bersahabat.

Diutarakannya, dalam upaya melakukan rehabilitasi terhadap kerusakan hutan mangrove seluas 987 hektar tersebut, pihaknya menggendeng 14 perusahaan bergerak di bidang pelabuhan khusus batubara yang beroperasi di wilayah Kecamatan Kintap.

Kerjasama melakukan rehabilitasi hutan mangrove tersebut, sebut dia, mendapat respon positif dari 14 perusahaan bergerak di bidang pelabuhan khusus batubara dengan dilakukannya penandatanganan kerjasama 14 JUni 2015 di Banjarbaru.

"Kesepakatan yang sudah ditandatangani BLH Tanah Laut bersama 14 perusahaan itu, dibuktikan dengan dimulainya pencanangan Pelestarian Lingkungan Pesisir Berbasis Mangrove," ungkapnya.

Dijelaskannya, dengan dilakukannnya rehabikitasi hutan mangrove tersebut, maka kedepannya kawasan pesisir pantai di Kabupaten Tanah Laut dapat meningkatkan ekosistem, habitat ikan dan keindahan pantai.

Dia berharap, kerjasama yang sudah dilakukan tersebut dapat terus berlanjut hingga kerusakan hutan mangrove benar-benar dapat kembali seperti semula.

Terpisah, Mind Manager PT Arutmin Indonesia Cipto Prayitno mengungkapkan,� pelestarian lingkungan di wilayah pesisir Kabupaten Tanah Laut merupakan komitmen 15 perusahaa tambang yang beroperasi di wilayah Kecamatan Kintap, Kabupaten Tanah Laut.

Dalam komitmen tersebut, sebut dia, 15 perusahaan diwajibkan partisipasi membantu pelaksanaan pelestarian hutan mangrove berupa bantuan bibit mangrove sebanyak 10 ribu.

Sementara, Ketua Asosiasi Terminal Khusus Batubara Kelas III Kecamatan Kintap Darius mengungkapkan rasa terimasihnya kepada Badan Lingkungan Hidup Tanah Laut telah menggalang pelestarian hutan mangrove di Tanah Laut.






Antaranews Kalsel

Working Toward Sustainable Global Fisheries

on

If the world begins fishing smarter—not harder—the dividends could immense.



The ocean is a frontier for sustainable growth. It offers increased food security, economic growth and value-addedINVESTMENT opportunities to nations willing to develop maritime resources without using them up. Yet there is an urgent need to deal directly with declines in the value and harvest of wild-capture fisheries around the world.

Globally, marine fisheries support 260 million jobs, add more than $270 billion to global gross domestic product and provide 3 billion people with nutritious sources of protein. But half of these fisheries produce less seafood, jobs, value and biodiversity than they could otherwise. This is primarily due to perverse incentives, weak laws, poor enforcement, unreported harvests and widespread poaching.

Specific political and economic measures andINVESTMENTS are required to deal with these challenges. Governments need to reduce overfishing, enforce regulations of illegal fishing and enable those with the legal right to manage these resources. There is growing evidence that the benefits of such incremental investments far outweigh the costs. Countries that understand this are taking action.

In Indonesia, overfishing is rampant. Illegal, unregulated and unreported fishing costs the economy more than $20 billion each year. The government has responded with a series of important measures, including a prohibition on the use of all trawl and seine nets, size limits and restrictions on important species that are in decline, a moratorium on new fishing licenses for foreign built vessels, and the destruction of illegal vessels that threaten Indonesia’s sovereignty and prosperity.

Underscoring the demand for seafood, during the first quarter of 2015 Indonesia’s fisheries industry grew at twice the national rate. Catches for certain fish are also up, with Indonesia’s tuna yield increasing 80% from April to May of this year. Now the challenge is to ensure that these fisheries are sustainable, otherwise such benefits will quickly erode.

There are examples to suggest that this goal can be achieved. Over the past 14 years, the U.S. has accomplished a dramatic reversal in the state of fisheries in its federal waters by improving governance, empowering responsible domestic fishermen, discouraging poachers and increasing transparency. It has slashed the number of overexploited stocks to 37 from 92, while increasing the number of rebuilt populations. The number of fishing jobs in recent years has increased 23% while revenues are up 30%.

There’s every reason to believe that other countries can bring about similar transformations in their waters, and there are compelling incentives to do so. New research shows we can increase profits in the global fishing sector by $74 billion a year if fisheries are managed sustainably. Even though fisheries are currently being heavily harvested in most countries, global fish production could rise by 14% if we fished smarter, not harder. This transition to ocean prosperity could also come fast, unfolding on average within a decade. While it isn’t free, the benefits from transitioning from business-as-usual far outweigh the costs, on the order of 10 to one.

The same research, however, suggests that the alternative scenario of continuing with business as usual is a dark one—a dramatic fall in fish production and a steady erosion in profits until the sector becomes a netMONEY loser, unable to survive without substantial subsidies from the government.

There is no reason to passively accept this narrative. What is required are for more leaders to work with fishers and private-sector partners to achieveINVESTMENT opportunities that implement reforms and unlock the value fisheries hold for those that rely on them.

Ms. Pudjiastuti is Indonesia’s minister of marine affairs and fisheries. Ms. Lubchenco is on the faculty at Oregon State University and was from 2009 to 2013 the administrator of NOAA and under secretary of commerce for oceans and atmosphere. 

Batam Kehilangan Ratusan Hektar Hutan

on Sunday, June 14, 2015

Mangrove

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Badan Pengendali Dampak Lingkungan Kota Batam menyatakan sepanjang 2015 sekitar 800 hektare hutan mangrove Batam yang berfungsi melindungi daratan dari abrasi hilang akibat berbagai kegiatan.

"Sebanyak 620 hektare mangrove hilang dikawasan Tembesi, Sagulung setelah kawasan tersebut beralih fungsi dan dibangun waduk. Sisanya rusak karena penimbunan untuk kepentingan wisata, penambangan pasir dan penebangan usaha arang," kata Kepala Badan Pengendali Dampak Lingkungan Kota Batam, Dendi Purnomo, Ahad (14/6).

Untuk kerusakan atau hilangnya mangrove karena alih fungsi sesuai dengan tata ruang seperti yang terjadi di Tembesi, kata dia, Bapedal Batam tidak bisa mengambil tindakan.

Namun, untuk kasus hilangnya mangrove karena kegiatan ilegal seperti penambangan, dapur arang, dan untuk kepentingan komersial lain tetap akan ditindak tegas.

"Dapur arang dilakukan operasi penindakan dan akan dikenakan UU Kehutanan. Karena kegiatan tersebut sudah sangat merusak," kata dia.

Selain itu, kata dia, sejumlah perusakan mangrove di kawasan Galang Baru juga sudah ditetapkan tiga orang tersangka salah satu diantaranya merupakan warga Cina.

"Selain warga Cina, tersangka lainnya adalah pemilik lahan, pemilik alat berat. Kasusnya sudah SPDP dan tinggal nunggu penetapan pengadilan," kata dia.

Untuk pengrusakan akibat tambang di Tanjungkelingking, kata dia, sudah ada penetapan terhadap tersangka Z yang saat ini menjalani wajib lapor dua kali seminggu.

"Pengrusakan untuk wisata di Setokok dengan luas mangrove 15 hektare juga sudah dihentikan. Saat ini kasusnya masih terus didalami oleh petugas. Dari semua kegiatan tersebut, sekitar 800 hektare hutan mangrove yang hilang," kata Dendi.

Dendi mengatakan, pada periode 1970 total luas hutan mangrove di Batam mencapai 24 persen dari keseluruhan luas wilayah. Namun saat ini hanya tinggal tersisa 4,2 persen saja.
 
 

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Locations of visitors to this page