Hutan Bakau Rusak, Belasan Hektar Lahan Pertanian Digenangi Air Asin

on Saturday, April 29, 2017


LABUHANBATU - Belasan Hektar hutan bakau (mangrove) di Desa Sei Tawar, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, semakin mengkhawatirkan. Akibat kerusakan hutan penyangga kawasan pesisir laut tersebut, belasan hektar lahan pertanian masyarakat di Dusun III Desa Sei Tawar terendam air asin.

Menurut salah seorang warga Dusun III Desa Sei Tawar, Wartam (55), benteng yang dibangun untuk menahan air asin sudah tak mampu lagi menahan ketinggian air laut. Dampaknya, saat pasang terjadi air asin langsung mengalir dari laut melalui sungai-sungai kecil di kawasan mangrove yang sudah rusak hingga menggenangi belasan hektar persawahan milik warga setempat.

“Memang air laut sudah melewati benteng yang ada. Jadi, air asin langsung masuk ke areal persawahan. Kalau ini terjadi pada saat musim tanam bisa merusak padi bahkan bisa gagal panen. Terbukti ada salah seorang warga kita di sini harus gagal panen dan rugi belasan juta ya akibat masuknya air asin itu,” jelas Wartam, Jumat (28/4/2017).

Tak hanya itu, kerusakan hutan mangrove yang berhadapan langsung dengan pesisir selat malaka itu, dikhawatirkan warga akan adanya kemungkinan terjadinya terjangan badai atau angin laut.

“Ya kalau tak ada bakau ini, mungkin kalau ada badai sudah habis kampung ini. Karena dulu juga pernah ada puting beliung dari laut, syukurnya masih ada hutan bakau ini. Jadi yang dihantamnya ada puluhan hektar bakau yang rusak, tapi tak sampai ke kampung puting beliungnya,” ungkapnya.

Parahnya, menurut salah seorang pegiat lingkungan dari Perkumpulan Hijau, Rudhy, abrasi yang disebabkan oleh pengerusakan hutan bakau dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sudah lebih dari lima meter.

“Sejak tiga tahun terakhir kita pantau memang ada pengikisan daratan hingga lima meter dari bibir pantai. Salah satu penyebabnya memang akibat pengerusakan kawasan ini, baik akibat pengambilan kayu maupun alih fungsi kawasan untuk perkebunan,” jelas Rudhy.

Terkait masuknya air asin hingga beberapa ratus meter ke daratan, menurutnya, hal ini terjadi akibat semakin tidak terkendalinya perambahan dan alih fungsi kawasan bakau.

Kawasan hutan bakau yang berfungsi sebagai benteng air asin, kini semakin sempit bahkan di beberapa lokasi sudah rusak parah hingga terbuka langsung ke laut.

“Jelas kalau sudah tidak ada bakaunya, apa yang menjadi bentengnya. Kalau diharapkan benteng kanal sebagai solusi menahan air asin, seberapa mampu bisa menahan ketinggian air yang terkadang pada saat pasang tidak bisa diprediksi ketinggiannya,” tambahnya.

Untuk itu, menurutnya, solusi yang diambil hanya dengan merehabilitasi hutan mangrove di kawasan tersebut untuk menyelamatkan lahan-lahan pertanian yang berbatas langsung dengan bibir pantai.

GOSUMUT

Perkumpulan Hijau Dampingi Masyarakat Lestarikan Hutan Mangrove

on Friday, April 28, 2017


Pengiat Perkumpulan Hijau saat penanaman pohon mangruve (bakau) di daerah aliran sungai.
LABUHANBATU-Semakin hancurnya kawasan hutan mangrove (bakau) di pesisir kabupaten Labuhanbatu, mendorong sejumlah pegiat lingkungan yang tergabung dalam Perkumpulan Hijau melakukan rehabilitasi mangrove bersama masyarakat Dusun III Desa Sei Tawar, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumut.
Rehabilitasi mangrove dilakukan para pegiat dan warga di sekitar pesisir perairan Sei Tukang, Panai Hilir, saat ini kondisinya semakin hutan mangrove sangat mengkhawatirkan. Kerusakan akibat perambahan dan alih fungsi secara ilegal di sepanjang kawasan mangrove Labuhanbatu," jelas Koordinator Perkumpulan Hijau, MQ Rudhy di Kecamatan Panai Hilir.

Ditambahkannya, program rehabilitasi berupa penanaman dan penyisipan bibit mangrove tersebut dilakukan atas inisiatif pegiat yang tergabung dalam Perkumpulan Hijau, dengan mengajak masyarakat lokal, ikut berperan langsung mengawasi kawasan mangrove di wilayah tersebut dari aktivitas ilegal.

"Memang ada penanaman dan penyisipan mangrove yang kita lakukan bersama warga dusun tiga. Tapi yang terpenting menurut kami adalah membangun kesadaran masyarakat karena mereka adalah kunci utama untuk menyelamatkan sisa mangrove kita," kata Rudhy.

Senada dengan Rudhy, salah seorang anggota Perkumpulan Hijau juga menjelaskan bahwa kegiatan pemantauan kawasan mangrove di sekitar kecamatan Panai Hilir ini sendiri sebenarnya sudah dilakukan oleh para pegiat yang bernaung di dalam Perkumpulan Hijau sejak tiga tahun silam.

"Namun saat itu kita masih lebih banyak melakukan identifikasi masalah dan melakukan pendekatan ke kelompok masyarakat yang bisa diajak bergerak bersama menyelamatkan mangrove dengan konsep kerja kolektif dan swadaya," papar Robin disela penanaman mangrove di sekitar kawasan pesisir Sei Tukang Panai Hilir.

Selain melakukan upaya rehabilitasi secara swadaya dan kolektif dengan masyarakat, Perkumpulan Hijau juga secara bertahap mendampingi dan memberdayakan kelompok masyarakat yang dibentuk di Dusun III Sei Tawar untuk memanfaatkan hutan secara lestari.

GOSUMUT

Deddy Mizwar: Kita Hijaukan Pantai Utara Jawa Barat

on


Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar/HUMAS PEMPROV JABAR
WAKIL Gubernur Jabar Deddy Mizwar dalam acara Jababeka Eco Week 2017 di D'Khayangan Senior Living, Kawasan Industri Jababeka, Kabupaten Bekasi, Kamis, 27 April 2017
WAKIL Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar mengajak semua pihak, baik dari kalangan Pemerintah, Akademisi, Perusahaan, dan Masyarakat di Jawa Barat untuk menghijaukan kawasan Pantai Utara Jawa Barat. Hal ini penting sebagai upaya mengimbangi geliat pembangunan dan industri.
Deddy Mizwar mengungkapkan hal tersebut dalam acara Jababeka Eco Week 2017 di D'Khayangan Senior Living, Kawasan Industri Jababeka, Kabupaten Bekasi, Kamis, 27 April 2017. Deddy Mizwar pun mengapresiasi langsung langkah yang telah dilakukan oleh Direksi dan karyawan PT Jababeka Infrastruktur atas komitmen dan pengabdiannya terhadap pelestarian lingkungan di Jawa Barat, khususnya di kawasan pesisir pantai utara (pantura).
"Pantura sangat luar biasa abrasi pantainya. Tambak terancam, jalan-jalan juga terancam, terkikis. Makanya disini Jababeka Eco Week yang khususnya menanam Mangrove di Pantura ini sebuah gagasan yang perlu didukung oleh seluruh pihak," ungkap Deddy Mizwar dalam sambutannya.
"Kita bisa hijaukan seluruh Pantura Jawa Barat. Kan tidak semuanya, ada bagian yang juga tidak harus ditanami. Ada 400-an kilometer dari Bekasi sampai Indramayu. Ini bisa kita hijaukan semuanya kalau kita bersama-sama melakukannya," ajaknya.
Lebih lanjut, Deddy Mizwar mengatakan bahwa program penghijauan ini bisa menunjuk tujuh kawasan industri di Jawa Barat, seperti di Karawang dan Bekasi tersebut. Apabila bisa dilakukan bersama-sama oleh sekitar 3.000 perusahaan yang ada di kawasan industri Jabar, maka akan berdampak pada pelestarian lingkungan Pantura, sekaligus pemerdayaan ekonomi masyarakat. Penanaman Mangrove ini hanya butuh Rp 15 juta per hektare dengan perawatan yang mesti dilakukan selama dua tahun.
"Hutan Mangrove ini kalau berhasil ada pemberdayaan langsung ekonomi masyarakat. Baik dari mulai penanamannya, perawatannya, begitu pula sampai setelah menjadi hutan," kata Deddy Mizwar.
Tidak dipungkiri bahwa ancaman abrasi di sepanjang kawasan Pantura Laut Jawa telah semakin nyata. Abrasi telah menggerus pantai sepanjang puluhan kilometer, bahkan beberapa desa yang kena abrasi telah membentuk teluk. Tidak sedikit warga pesisir pantai utara yang terdampak abrasi, seperti banjir rob yang menerjang permukiman mereka, sekalipun tempatnya berada puluhan meter dari bibir pantai.
Sebelumnya, tepatnya dua tahun lalu perusahaan lain, yaitu Toyota Motors Indonesia juga telah berpartisipasi menanam Mangrove di Pantura Kabupaten Karawang. Saat ini, kawasan yang telah ditanami Mangrove tersebut telah lestari dan menjadi hutan Mangrove. Bahkan, kawasan ini akan menjadi percontohan atau pilot project untuk pengembangan kawasan wisata.
Mangrove adalah tanaman yang tepat untuk didayagunakan sebagai pagar penahan abrasi. Bahkan Mangrove mempunyai peran ganda, yaitu selain menahan laju gelombang juga sebagai ekosistem satwa seperti burung di sekitar pantai yang kini mulai punah. Di samping itu, Mangrove juga berpotensi besar menjadi kawasan wisata alam jika sudah besar dan rindang.
Pada kesempatan ini, dilaksanakan pula ground breaking Jabaeco atau Pengelolaan Sampah Terpadu untuk membuat kawasan pantai dan laut yang bersih dari sampah, sehingga lebih enak dipandang, serta bermanfaat untuk menjaga kelestarian biota laut. Dengan demikian, laut sebagai salah satu sumber perekonomian utama Jawa Barat dan juga nasional dapat memberikan manfaat yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Pembangunan pengelolaan sampah ini merupakan hasil kerjasama perusahaan-perusahaan di Jababeka.
"Kita ga bisa sendiri, dalam konsep Jabar Masagi. Ada pihak swasta, pemerintah, akademisi, kemudian juga masyarakat. Ini juga kalau misalnya sudah ada pengelolaan sampah, semestinya yang operate dikelola oleh masyarakat, supaya dia (masyarakat) terlibat dalam pengelolaan sampah bukan duduk tenang-tenang diam. Kita kan memfasilitasi sebenarnya," pungkas Deddy Mizwar.
PIKIRAN RAKYAT

Libatkan 2.115 Pelajar Tanam 5.700 Mangrove, PMII Cirebon Pecahkan Rekor Dunia

on Wednesday, April 26, 2017

 
PMII Cirebon dan BBWS Cimanuk dam Cisanggarung mendapat penghargaan rekor dunia sebagai pemerkarsa penanaman 5.700 mangrove dengan melibatkan 2115 pelajar di Kecamatan Suranenggala, Kabupaten cirebon, Selasa (25/4). Foto Cecep/radarcirebon.com

CIREBON – Penanaman 5.700 mangrove dengan melibatkan 2.115 pelajar se-Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, diganjar rekor Indonesia dan dunia, Selasa (25/4). Penanaman pohon berlangsung di muara sungai Karangreja, Kecamatan Suranenggala.
Rekor tersebut tercatat dalam Original Rekor Indonesia (ORI) dan Record Holder Republic (RHR). Pemecahan rekor Indonesia dan dunia itu diprakarsai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Cirebon dan Balai Besar Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung bekerja sama dengan Pemerintah Kecamatan Suranenggala.
Ketua Umum Cabang PMII Cirebon, Ketua PC PMII Cirebon, Aji Halim Rahman mengatakan, aksi penanaman 5.700 mangrove merupakan bagian rangkaian peringatan Harlah ke-57 PMII. Selain itu, penanaman mangrove juga dalam rangka memperingati Hari Bumi.
“Aksi ini bertepatan dengan Harlah PMII 17 April dan Hari Bumi 22 April. Alhamdulillah, aksi penanaman mangrove yang berujung rekor dunia ini menjadi kebanggaan sekaligus kado terindah bagi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII),” kata Aji.
Agung Elvianto selaku President ORI menyatakan, pada 25 April 2017 terjadi sejarah baru di Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon, yaitu penanaman 5.700 mangrove yang melibatkan peserta terbanyak dengan catatan 2.115 pelajar.
“Ini adalah momen terjadinya secara baru di Kecamatan Suranenggala dengan tercapainya rekor nasional penanaman pohon mangrove terbanyak dan ditanam siswa terbanyak,” katan Agung.
Sementara perwakilan RHR yang berpusat di London Inggris, Lia Mutisari, rekor penanaman pohon mangrove terbanyak itu terjadi baru kali pertama. Yaitu tepatnya di Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon.
Karena itu, pihaknya memberikan apresiasi penghargaan atas nama rekor dunia untuk Indonesia. Yaitu rekor penanaman mangrove terbanyak.
“Untuk rekor ini saya berharap yang terjadi hari ini adalah rekor dunia dan diakui masyarakat dunia, khususnya Indonesia dan akan dicatat di website kita untuk badan rekor dunia,” ujarnya.

RADAR CIREBON

Begini Rekomendasi untuk Pelestarian Ekosistem Mangrove Dunia

on Tuesday, April 25, 2017


Sesi diskusi panel Konferensi Mangrove Internasional di Bali yang dihadiri pelajar SMAN 1 Kuta yang diundang karena menjadi pengumpul sampah di hutan mangrove Ngurah Rai, Tuban, Bali terbanyak. Foto: Luh De Suriyani
Hutan mangrove dunia diperkirakan hanya 15 juta hektar. Tak seberapa, tapi terbukti berkontribusi tinggi menjaga stok pangan pesisir dan benteng alami dari tsunami. Hampir seperempat bagian mangrove dunia atau sedikitnya 3,5 juta hektar lahan mangrove ada di Indonesia. Sementara tekanan dan ancaman makin meningkat.

Chan Hung Tuck dari International Society for Mangrove Ecosystem (ISME) memimpin diskusi rumusan aksi dengan serius jelang sesi akhir Konferensi International Ekosistem Mangrove Berkelanjutan (International Conference on Sustainable Mangrove Ecosystem) yang dihelat di Sanur, Bali pada 18-21 April 2017. Dokumen draft bertajuk Bali Call to Action for Sustainable Mangrove Ecosystem ditayangkan dilayar untuk dibedah.
Tak hanya membacakan rumusan, Chan juga membahas tiap bagian dengan contoh-contoh action plan yang sudah dilakukan sejumlah komunitas dan berdampak penting disarikan dari 3 hari diskusi konferensi ini.
Dalam draft tertulis 272 peserta konferensi dari 24 negara pengelola lahan mangrove mendorong pembuat kebijakan, perencana lahan, praktisi dan ilmuwan bidang mangrove, serta organisasi lainnya menggandakan usaha untuk bekerja dengan komunitas pesisir. Untuk memastikan konservasi, restorasi, perlindungan, dan pengelolaan berkelanjutan sisa ekosistem mangrove dunia.

Ancamannya jelas, karena 50% mangrove dunia sudah habis dalam 40 tahun ini. Perlu menunggu berapa lama sampai sabuk pengaman pesisir ini hilang? Sejumlah poin usulan rekomendasi adalah memprioritaskan ekosistem mangrove berkelanjutan di kebijakan nasional dan penegakan hukum untuk mengurangi degradasi.
Kemudian melibatkan dan memberdayakan komunitas dengan lebih efektif, terutama perempuan. Restorasi mangrove dilakukan dengan pembuatan keputusan berdasar kajian ilmiah dan pengalaman praktis lokal. Misalnya pemantauan dan perawatan pasca penanaman.
Usulan rekomendasi lainnya adalah akses pendanaan global seperti Green Climate Fund, the Global Environment Facility, dan lainnya untuk program mitigasi dan adaptasi daerah pesisir. Selain itu produksi pengetahuan terkait perubahan ekosistem mangrove perlu terus dilakukan misalnya laporan rutin status mangrove.
Chan membahas rekomendasi berdasar tema-tema yang dibahas dalam konferensi. Yakni 1) promosi pengelolaan ekosistem mangrove; 2) mengatasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; 3) pemulihan hutan mangrove dan ekosistem terdegradasi; 4) meningkatkan mata pencaharian masyarakat terkait mangrove; 5) penguatan tata kelola, penegakan hukum dan sistem pemantauan; 6) valuasi jasa lingkungan; dan 7) penelitian dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ekosistem mangrove.

Mangrove yang penting mencegah abrasi pantai dan penting bagi kehidupan biota laut. Foto: Junaidi Hanafiah

Yus Rusila Noor dari organisasi Wetland Indonesia yang mendampingi Chan menyebut area hutan mangrove makin menurun hampir di seluruh negara. “Sangat sedikit mangrove yang masih alami. Kebanyakan jadi tambak ikan,” katanya.
Konferensi internasional ini dilaksanakan bersama oleh International Timber Trade Organization (ITTO), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan International Society for Mangrove Ecosystem (ISME). Berkolaborasi dengan the Center for International Forestry Research (CIFOR), the Asia-Pacific Network for Sustainable Forest Management and Rehabilitation (APFNet), AFoCo, dan lainnya.
Dorongan usaha perlindungan dan perbaikan ekosistem juga muncul di Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Dari 17 tujuan, beberapa yang terkait dengan usaha-usaha pelesatrian mangrove diantaranya tujuan 13. Mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Tujuan 14. Mengkonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya laut, samudra dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Kemudian tujuan 15. Melindungi, memulihkan dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi desertifikasi (penggurunan), dan menghambat dan membalikkan degradasi tanah dan menghambat hilangnya keanekaragaman hayati.

Simon Para Puka dan Afra Lusia Riberu bersama Kepala Desa Nuri dan anak muda yang peduli lingkungan. Foto: Ebed de Rosary

Konferensi ini juga mengaitkan rencana aksi sesuai konteks target 2030 Agenda Pembangunan Berkelanjutan khususnya SDGs, dan Perjanjian Paris terkait aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Dalam sambutan pembukaan, dikutip dari siaran pers KLHK, Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDAS HL), Dr. Hilman Nugroho mewakili Menteri LHK menyampaikan, saat ini luas ekosistem mangrove di Indonesia adalah 3,49 juta Ha.  Seluas 1,7 juta ha (48%) berada dalam kondisi baik dan 1,8 juta ha (52%) lainnya dalam kondisi rusak (One Map Mangrove KLHK, 2015). Hal ini disebabkan konversi lahan untuk pembangunan, pembuatan arang, serta budidaya pertambakan pada masa lampau yang menyisakan bencana.
“Saat ini KLHK bersama beberapa instansi terkait sedang menyusun Strategi Nasional (Stranas) Mangrove dan berkoordinasi dengan BUMN, BUMS, BUMD, agar dapat menyisihkan minimal 10% dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, yang diketahui rusak sebesar 200.000 ha setiap tahunnya. Ini dapat menjadi target rehabilitasi mangrove,” tutur Hilman.
Tujuh langkah yang perlu ditempuh dalam pengelolaan mangrove, menurut Hilman yaitu, menetapkan kebijakan sesuai kearifan lokal; mendorong promosi manfaat mangrove untuk perkonomian masyarakat; meningkatkan kesadaran masyarakat; menetapkan moratorium penebangan kayu mangrove; meningkatkan produksi mangrove melalui teknologi; menjalin kerjasama rehabilitasi mangrove; serta meningkatkan upaya penegakan hukum.
Hal serupa juga diamini oleh Gubernur Bali yang diwakili Wakil Gubernur, Ketut Sudikerta, yang menegaskan bahwa pengelolaan mangrove memerlukan komitmen seluruh stakeholder, khususnya dalam program rehabilitasi. Sedangkan Presiden ISME, yang juga menjabat sebagai Senator Thailand, Prof. Sanit Aksornkoae, berharap agar dapat dihasilkan suatu rumusan atau peningkatan kolaborasi pengelolaan mangrove yang berkelanjutan dari konferensi ini.

lokasi-pembibitan-pohon-mangrove di di pesisir Pantai Ayah, Kebumen, Jateng. Foto : L Darmawan

Jelang sesi akhir, satu kelompok pelajar SMA Negeri 1 Kuta diundang di tengah konferensi. Belasan remaja ini memecah keseriusan diskusi. Panitia mengapresiasi mereka dengan menghadiri konferensi karena menjadi pemenang pengumpul sampah terbanyak saat sesi clean-up dan tanam mangrove di Tuban, Badung.
Devina, Gilang, dan Anggi mengaku senang dengan kejutan ini. Sekitar 100 pelajar dibagi dua kelompok melakukan pembersihan di area luar dan dalam taman hutan rakyat (Tahura) mangrove Ngurah Rai.

KEHATI tanam 1000 mangrove
Di sela-sela pelaksanaan konferensi, Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) menanam 1.000 bibit mangrove di Kampung Kepiting, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (21/4).
Penanaman 1.000 bibit mangrove tersebut didahului dengan penanaman 30 bibit mangrove secara simbolik yang diikuti oleh perwakilan peserta Konferensi Mangrove Internasional (KMI) 2017 di Tahura Ngurah Rai, Bali. Mereka yang terlibat dalam penanaman secara simbolik di antaranya perwakilan peserta dari Amerika Serikat, Thailand, Madagaskar, Srilanka, Filipina, Brazil, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, MS Sembiring, seperti dikutip dari siaran pers mengungkapkan luas  hutan mangrove  di Indonesia diperkirakan mencapai 3.489.140,68 hektar atau meliputi 23 persen ekosistem mangrove dunia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kekayaan mangrove terbesar di dunia.
Dengan kondisi tersebut, maka sudah sepatutnya negeri ini menjadi pemimpin ataupun pionir dalam hal pelestarian dan pembangunan berkelanjutan dalam ekosistem mangrove. “Kekayaan mangrove yang sedemikian luas semestinya dapat menjadi modal bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dalam pembangunan pesisir berkelanjutan di mata dunia,” kata Sembiring.
Namun, tantangan Indonesia tak mudah. Indonesia memiliki kecepatan kerusakan mangrove terbesar di dunia. Pada dekade pertama abad ke-21 saja tak kurang dari 40 persen hutan mangrove telah musnah.
Pada 2015, deforestasi mangrove Indonesia terhitung sebesar 6 persen dari total kehilangan hutan tahunan. Jumlah ini setara 0,05 juta hektar dari total 0,84 juta hektar deforestasi tahunan di Indonesia.

MONGABAY



Aktivis Lingkungan Tuding Ada Reklamasi Terselubung di Tanjung Benoa

on

 
Lahan yg dituding sebagai reklamasi terselubung oleh forum peduli Mangrove.(Dok FPM)

DENPASAR,  - Forum Peduli Mangrove mempersoalkan adanya reklamasi terselubung dan pembabatan pohon mangrove yang dilakukan oleh Bendesa adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda.
Menurut pantauan FPM, reklamasi terselubung dilakukan di sekitar kawasan pulau pudut, Tanjung Benoa. Sedangkan pembabatan pohon mangrove dilakukan untuk mempermudah akses menuju lokasi "reklamasi" tersebut.
"Pertama ditemukan pada Januari 2016 lalu. Dari penelusuran FPM, pengurukan dan pembabatan mangrove dilakukan oleh Made Suarta atas perintah Made Wijaya, bukti-buktinya ada," kata ketua FPM Steve Sumolang di Denpasar, Selasa (25/4/2017).

Luas lahan yang ditimbun saat ditemukan adalah 20 are. Sedangkan pohon yang dibabat tidak kurang dari 100 pohon.
Dari bukti lapangan juga ditemukan peralatan berat seperti molen campuran semen dan sebuah bangunan bedengan bagi pekerja.
Dijelaskan Steve, siapapun tidak berhak melakukan pengurukan lahan di wilayah pesisir, apalagi dilakukan dengan membabat mangrove terlebih dahulu.
"Untuk reklamasi terselubung itu jelas melanggar hukum karena dilakukan tanpa seizin Kementerian Perikanan dan Kelautan. Sedangkan untuk pembabatan mangrove jelas tidak boleh karena itu milik negara, dalam hal ini, di bawah Kementerian Kehutanan," ujarnya.
Hal ini dipertegas ketua bidang ketua monitoring FPM Lanang Sudira. Menurut Sudira, mangrove yang dibabat adalah jenis langka, yaitu rizofora mucurata, casiolaris dan apiculata. Oleh forum peduli mangrove hal ini sesungguhnya telah diadukan ke subdit 4 Krimsus Polda Bali pada Februari lalu. Polisi bahkan telah turun ke lokasi dan mengumpulkan barang bukti dan keterangan sejumlah saksi.

"Harus ada penindakan tegas soal ini, di tempat lain pernah ada yang babat cuma tiga pohon langsung dihukum 3 tahun penjara," ujarnya.
Sementara itu, bendesa adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda mengaku heran dengan langkah yang dilakukan FPM mengadukan dirinya ke Polda Bali. Dia mengaku sama sekali tidak melakukan pembabatan atau reklamasi terselubung seperti yang disebutkan aktivis lingkungan itu.
"Saya tidak pernah perintahkan babat hutan, perintah yang saya berikan konteksnya untuk menata pesisir barat yang kondisinya sangat kumuh," kata Yonda.
Dijelaskan anggota DPRD Badung ini, untuk penataan tersebut memang harus dilakukan pemangkasan pohon, bukan dipotong sampai tumbang, semata-mata untuk mempermudah akses pekerja.
Mengenai tudingan reklamasi terselubung, Yonda menjelaskan sesungguhnya di lokasi dimaksud sudah ada daratan berbentuk tanah gundukan, sehingga perlu diratakan dan dibendung menggunakan pasir. Tujuannya mencegah abrasi. Pasir yang digunakan pun berasal dari lokasi setempat.

Rencananya di lokasi ini akan dibangun pos pemantau oleh desa adat sesuai program sapta pesona desa adat Tanjung Benoa. Setiap hari tempat ini dikunjungi tidak kurang dari 3.000 wisatawan.
"Kita maunya kan ditata, nantinya mau bangun bale Bengong untuk pantau aktivitas di sana," ujar Yonda.


 KOMPAS

Peringati Hari Bumi, Karang Taruna dan KPA Luwu Tanam Pohon Bakau

on Sunday, April 23, 2017

Memperingati Hari Bumi, 22 April 2017, Karang Taruna Kabupaten Luwu melakukan aksi tanam pohon bakau di Desa Paconne, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu, Sabtu (22/4/2017) pagi.

BELOPA - Memperingati Hari Bumi, 22 April 2017, Karang Taruna Kabupaten Luwu melakukan aksi tanam pohon bakau di Desa Paconne, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu, Sabtu (22/4/2017) pagi.

Aksi ini kerjasama dengan Kelompok Pencinta Alam (KPA) di Luwu.
Ketua Karang Taruna Luwu, Sul Arrahman, mengatakan aksi ini dilakukan atas maraknya isu degradasi lingkungan terutama pembalakan liar tanamam bakau di pesisir pantai.

"Kita tanam pohon hari ini kurang lebih 1000 pohon, insyah Allah akan menyusul aksi-aksi selanjutnya," ujar Sul Arrahman kepada tribunluwu.com.

Mereka juga berharap dengan aksi ini membuat warga sekitar pesisir lebih sadar untuk menjaga kelestarian lingkungan di wilayah pantai.

"Kedepannya kita akan melibatkan lebih banyak lagi masyarakat, dan KPA, sehingga upaya kita dalam pengelolaan lingkungan terus berkelanjutan," tuturnya.

TRIBUN LUWU

52 Persen Ekosistem Mangrove Rusak, Ini Langkah yang Diambil Pemerintah

on Thursday, April 20, 2017


Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDAS HL), Dr. Hilman Nugroho menyampaikan, saat ini luas ekosistem mangrove di Indonesia adalah 3,49 juta Ha.
Seluas 1,7 juta ha (48%) berada dalam kondisi baik dan 1,8 juta ha (52%) lainnya dalam kondisi rusak (One Map Mangrove KLHK, 2015). Hal ini disebabkan konversi lahan untuk pembangunan, pembuatan arang, serta budidaya pertambakan pada masa lampau yang menyisakan bencana.
Demikian disampaikan Hilman Nugroho di pembukaan Konferensi Mangrove Internasional (KMI) Selasa (18/4/2017) di Bali.
"Saat ini KLHK bersama beberapa instansi terkait sedang menyusun Strategi Nasional (Stranas) Mangrove dan berkoordinasi dengan BUMN, BUMS, BUMD, agar dapat menyisihkan minimal 10% dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk kegiatan rehabilitasi mangrove, yang diketahui rusak sebesar 200.000 ha setiap tahunnya. Ini dapat menjadi target rehabilitasi mangrove," tutur Hilman.
Tujuh langkah yang perlu ditempuh dalam pengelolaan mangrove, menurut Hilman yaitu, menetapkan kebijakan sesuai kearifan lokal; mendorong promosi manfaat mangrove untuk perkonomian masyarakat; meningkatkan kesadaran masyarakat; menetapkan moratorium penebangan kayu mangrove; meningkatkan produksi mangrove melalui teknologi; menjalin kerjasama rehabilitasi mangrove; serta meningkatkan upaya penegakan hukum.
Hal serupa juga diamini oleh Gubernur Bali yang diwakili Wakil Gubernur, Ketut Sudikerta, yang menegaskan bahwa pengelolaan mangrove memerlukan komitmen seluruh stakeholder, khususnya dalam program rehabilitasi. Sedangkan Presiden ISME, yang juga menjabat sebagai Senator Thailand, Prof. Sanit Aksornkoae, berharap agar dapat dihasilkan suatu rumusan atau peningkatan kolaborasi pengelolaan mangrove yang berkelanjutan dari konferensi ini.
Dalam konferensi yang dihadiri oleh kurang lebih 200 peserta dari perwakilan 19 negara ini, terdapat 7 (tujuh) tema yang akan dibahas, sebagaimana disampaikan Dr.Steven Johnson, Office in Charge ITTO. Tema-tema tersebut antara lain, 1) Promosi pengelolaan ekosistem mangrove; 2) Mengatasi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; 3) Pemulihan hutan mangrove dan ekosistem terdegradasi; 4) Meningkatkan mata pencaharian masyarakat terkat mangrove; 5) Penguatan tata kelola, penegakan hukum dan sistem pemantauan; 6) Valuasi Jasa Lingkungan; dan 7) Penelitian dan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ekosistem mangrove.
Pelaksanaan KMI merupakan salah satu langkah pencapaian Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), Artikel 14 Hidup di Bawah Air dan Artikel 15 Kehidupan di Tanah, serta Pasal 5.2 Perjanjian Paris : mendorong pelaksanaan dan dukungan REDD+, dan pendekatan bersama aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

RIAUBOOK

YPB dan TFCA Tertarik Mengelola Mangrove di Kampung Tembudan

on Wednesday, April 19, 2017

BATU PUTIH – Tidak hanya keberadaan Tulung Ni Lenggo yang menjadi pusat perhatian masyarakat luas, dengan segenap potensi wisata alamnya. Di sisi lain, keberadaan hutan mangrove di kampung tersebut juga diyakini memiliki potensi besar, dan layak menjadi kawasan ekowisata. Bahkan, salah satu LSM yakni Yayasan Penyu Berau (YPB) yang bekerjasama dengan Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Kalimantan Siklus III, juga tertarik untuk mengelola hutan mangrove tersebut.
Dalam kegiatan sosialisasi pengelolaan hutan mangrove di Kampung Tembudan Kecamatan Batu Putih, yang dimana dihadiri Camat Batu Putih, Mansyur, Kepala Kampung Nur Iman, Kepala Adat Tembudan Jauhari, Kepala BUMK Rindang Jaya Tembudan, Bernard, perwakilan Dinas Perikanan Kabupaten Berau, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, YPB, KPHK Berau Barat Kabupaten Berau. Disamping itu, dihadiri juga sejumlah tokoh masyarakat di kampung tersebut.

Manager Program YPB, Syelvi Yunita menjelaskan, keberadaan hutan mangrove tersebut sangat menjanjikan untuk dikembangkan menjadi salah satu sektor atau produk unggulan di Kampung Tembudan. Pasalnya, dengan kondisi hutan yang terbilang masih sangat terawat, dan memiliki sejumlah kelebihan seharusnya dapat dikelola secara maksimal untuk kepentingan masyarakat, dan pembangunan Kampung Tembudan. Baik dari peningkatan sumber daya manusia, maupun sumber daya ekonominya.

Disampaikannya, program pengelolaan hutan mangrove tersebut rencananya akan dilaksanakan selama dua tahun ke depan (2017-2019).

“Tujuan dari program ini adalah adanya Kelompok Pengelola Hutan Mangrove di Kampung Tembudan, adanya Peraturan Kampung tentang Pengelolaan Hutan Mangrove dan terintegrasinya pengelolaan hutan mangrove ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK),” bebernya.

Terkait keinginan YPB tersebut, Camat Batu Putih, Mansyur, mendukung atas rencana tersebut. Ia mengatakan, hutan mangrove yang ada di wilayah Tembudan masih sangat terjaga. Hal itu dilihat dari tingkat kerapatan, dan ekosistem yang ada di sekitar hutan tersebut.

“Mangrove di Kecamatan Batu Putih merupakan mangrove yang memiliki potensi ekowisata yang sangat baik karena masih memiliki kerapatan tinggi dan belum memiliki pengelolaan. Kita juga mengapresiasi insiatif yang dilakukan YPB dan mendukung rencana pengelolaan mangrove ini,” ujarnya.

Kepala Kampung Tembudan, Nur Iman juga mengungkapkan senada. Ia menilai, hutan mengrove yang ada di kampungnya memang sudah cukup lama, ingin dikelola dan dikembangkan menjadi salah satu ekowisata unggulan dalam mewujudkan programnya, yakni menjadikan Kampung Tembudan menjadi kampung ekowisata.

“Kita siap mendukung Pengelolaan Hutan Mangrove dengan membangun konsep ekowisata,” ujarnya.

Sementara itu, Vany Ahang selaku direktur Yayasan Penyu Berau mengaku berterima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, khususnya Kepala Kampung Tembudan dan Camat Batu Putih dalam pengelolaan ini. Bahkan kata dia, sejumlah instansi terkait seperti Dinas Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup juga mendukung rencana pengelolaan hutan mangrove di Kampung Tembudan tersebut.

“Dengan dukungan itu, tindakan selanjutnya adalah melakukan pembentukan kelompok pengelola, dan memberikan pelatihan-pelatihan agar pengelolaan dapat terus berkembang dan berkelanjutan,” bebernya.

Dalam kesempatan itu juga, Hamzah dari KPHK Berau Barat Kabupaten Berau yang juga merupakan narasumber dalam pertemuan tersebut, dalam presentasinya mengatakan, berdasarkan data dari TNC, mangrove di Kecamatan Batu Putih dalam status pengelolaan, dan pemanfaatan ruang seluas 7,509 Ha. Dengan demikian pengelolaan hutan mangrove tersebut akan berdampak positif khususnya bagi masyarakat yang ada di Kampung Tembudan.



Rehabilitasi dan Restorasi Guna Lestarikan Hutan Bakau

on


DENPASAR -- Kegiatan rehabilitasi dan restorasi diperlukan untuk melestarikan keberadaan hutan bakau (mangrove) di Indonesia. Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hilman Nugroho mengatakan hutan bakau adalah ekosistem esensial di dunia untuk perikanan dan konservasi.
"Hutan bakau menyerap karbondioksida lima kali lipat dibandingkan hutan daratan," katanya dalam International Conference On Sustainable Mangrove Ecosystem di Sanur, Bali, Selasa (18/4). Luas ekosistem hutan bakau di Indonesia sekitar 3,5 juta hektare (ha) tersebar di 257 kabupaten dan kota. Hilman memperkirakan sekitar lima hingga enam persen dari luasan total tersebut rusak atau hilang setiap tahunnya.

Ini disebabkan konversi lahan hutan bakau, pembalakan liar, pencemaran, dan perluasan tambak. Rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang sudah rusak supaya fungsinya bisa kembali, sementara restorasi adalah mengembalikan kondisi hutan mangrove untuk memperoleh kembali keanekaragaman hayati dan struktur di dalamnya seperti sedia kala.
Hilman mengatakan pemerintah telah melakukan berbagai upaya melestarikan hutan bakau, salah satunya melibatkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan BUMN dalam rehabilitasi. Kebijakan dan regulasi pengelolaan hutan bakau selanjutnya akan disesuaikan dengan kebijakan lokal masing-masing tempat.

"Promosi manfaat hutan bakau untuk ekonomi, peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan hutan, batasan jelas terhadap penebangan kayu di hutan bakau, serta peningkatan produktivitasnya juga perlu diperhatikan," kata Hilman.

Pemerintah melalui KLHK telah melakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) mangrove dan pantai sebesar 31.675 ha sepanjang 2010-2014, dan 430 ha pada 2015. Luasan rehabilitasi meningkat hingga 497 ha pada 2016, dan direncanakan 500 ha tahun ini.
Seminar internasional ini dihadiri lebih dari 150 peserta berbagai negara. Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta mengatakan hutan bakau berfungsi sebagai pencegah abrasi, intrusi air laut, dan tsunami. Sudikerta mencontohan kerusakan hutan bakau di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai disebabkan pencemaran sampah yang merusak biota laut dan ekosistem sekitarnya.
Pemerintah Provinsi Bali mengambil berbagai langkah untuk mengembalikan fungsinya, namun masih memerlukan dukungan masyarakat. "Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kelestarian hutan bakau, reboisasi, danmelibatkan CSR perusahaan juga bisa melestarikan bakau," katanya.

REPUBLIKA

24 Spesies Bakau Perkaya Wisata Alam di Dumai

on



PEKANBARU -- Sebanyak 24 jenis pohon bakau (mangrove) termasuk jenis belukap yang langka, ikut memperkaya wisata hutan bakau di jalan Nelayan Laut Ujung Kecamatan Dumai Barat Kota Dumai, Riau.

"Pada 2017 ini, kawasan hutan bakau sudah dikembangkan oleh pemerintah menjadi wisata bahari kebanggaan masyarakat Kota Dumai," ujar salah satu pengelola hutan bakau Hendra Gunawan di Dumai, Senin (17/4).

Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa hutan bakau ini sudah dikelola oleh ketua timnya, Darwis Mohammad Saleh semenjak 2000 dan memiliki 24 spesies bakau dengan jumlah ribuan batang pohon, bahkan ada yang berumur 50 tahun dengan diameter 50 sentimeter.

Menurut dia dari 24 spesies bakau di kawasan hutan ini, salah satunya jenis belukap (rhizophora mucronata) yang merupakan tanaman langka di kawasan Sungai Dumai. Bakau jenis ini juga merupakan yang pertama dibudidayakan oleh tim pengelola hutan bakau tersebut. "Kami berusaha untuk membudidayakan bakau jenis ini dengan cara pembibitan," jelasnya.

Dalam wisata hutan bakau ini, selain bisa menikmati keasrian hutan, juga ada satwa liar seperti ular, kera, lutung, ayam hutan, kucing hutan, dan kerang-kerangan. "Bahkan pengunjung kami perbolehkan mengambil kerang jenis lokan dengan jumlah berat maksimal dua kilogram, tapi memang tidak untuk dijual," tambahnya.

Di dalam kawasan wisata bakau dengan luas 11,5 hektare ini, ternyata juga terdapat legenda atau sejarah Putri Tujuh yang memceritakan kejadian masa lalu.

Kala itu seorang Putra Raja Aceh yang ingin mempersunting putri bungsu dari tujuh bersaudara (Putri Tujuh) yang bernama Sri Mayang Mengurai telah terbunuh di kawasan ini oleh sesosok Umai (bangsa jin) dengan bersenjatakan buah bakau. Konon menurut legenda, sosok Umai inilah yang menjadi asal mula nama Kota Dumai.

"Pengunjung juga bisa menikmati keindahan hutan bakau sambil berjalan menyusuri jembatan sepanjang 500 meter, dan saat sore hari kita bisa menyaksikan keindahan matahari terbenam di sungai," tambahnya.

Kelompok ini juga menargetkan kawasan wisata hutan bakau ini bisa menjadi bank mangrove yang merupakan pusat budidaya pembibitan dan penanaman bakau, pusat informasi bakau, serta bisa dieksplorasi sebagai potensi wisata.

Kawasan wisata pohon bakau tersebut bisa menerima hampir 500 pengunjung pada saat akhir minggu, dan pada hari biasa mendapat puluhan kunjungan wisatawan. "Bagi pengunjung yang ingin berwisata ke hutan bakau bisa membayar tiket masuk seharga Rp7.000 per orang, buka setiap hari dari jam 09.00 sampai 18.00 WIB," tutupnya. 
Sumber : Antara

Cegah Abrasi, JOB PPEJ Tanam 5.000 Mangrove di Tuban

on Monday, April 10, 2017


Tuban - Perusahaan Minyak dan Gas (Migas) Joint Operating Body Pertamina Petrohina East Java (JOB PPEJ) melaksanakan kegiatan menanam Mangrove. Kegiatan ini sebagai bentuk kepedulian lingkungan dan mencegah terjadinya abrasi serta penyelamatan ekosistem pesisir pantai di wilayah Kabupaten Tuban.

Pelaksanaan kegiatan tanam pohon secara simbolis dilakukan JOB PPEJ di kawasan pantai Mangrove Center Tuban, Desa Jenu, Kecamatan Jenu, Tuban. Kegiatan tanam pohon Mangrove itu diikuti oleh sejumlah kalangan masyarakat petani dan juga mengundang beberapa perusahaan yang ada di Kabupaten Tuban.

Sebagai komitmen untuk pelestarian lingkungan itu, pada tahun 2017 ini pihak JOB PPEJ melakukan penanaman sebanyak 5.000 bibit pohon Mangrove. Nantinya penanaman akan dilakukan menyebar di tiga titik pesisir pantai di Kecamatan Jenu dan pantai yang ada di Kecamatan Tambakboyo, Tuban.

"Ini merupakan kegiatan penanam tahun kedua. Untuk program tahun ini kita tanam 5.000 pohon Mangrove, dan ini jumlahnya naik dibandingkan tahun lalu yang kita tanam hanya 2.000 bibit," terang Nusdhi Septikaputra, Field Manager JOB PPEJ setelah melakukan kegiatan tanam bersama itu, Senin (10/4/2017).

Nusdhi menegaskan, sebagai upaya untuk penyelamatan lingkungan dan pencegahan terjadinya abrasi JOB PPEJ tidak hanya melakukan penanam saja. Melainkan perusahaan Migas tersebut berkomitmen untuk melakukan perawatan setelah dilakukan tanam untuk memastikan bahwa penanaman itu tidak sia-sia.

"Kegiatan menanam itu tidak menanam saja, tapi kita juga terus monitoring kelangsungan pohon yang kita tanam. Jangan sampai pohon yang kita tanam ini tidak dipelihara kan malah jadi sia-sia," tegasnya.

Penanaman pohon Mangrove tersebut diharapkan bisa memberikan manfaat terhadap lingkungan dan bisa menyelamatkan ekositem pantai di wilayah Kabupaten Tuban. Dengan adanya kerja sana antara JOB PPEJ dengan Mangrove Center Tuban itu bisa menjaga keseimbangan ekosistem abrasi pantai setengah hektar dan bisa menjadi pengembangan ekonomi.

Sementara itu, komitmen perusahaan JOB PPEJ untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan melakukan tanam pohon itu sangat di apresiasi oleh Ali Masur, sebagai tokoh pecinta lingkungan Tuban dan pengelola dari Mangrove Center Tuban itu. Keberadaan JOB PPEJ dinilai telah berkomitmen ikut menjaga kelestarian lingkungan dengan melakukan tanam pohon.

"Tahun lalu sudah mulai menanam, tahun ini bisa dilanjutkan kembali dan ini sangat luar biasa. Dan yang terpenting adalah penanaman seperti ini bisa terus berkelanjutan," terang Ali Mansur, pengelola Mangrove Center Tuban yang pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru itu.

Ali Mansur mengatakan, jika dalam melakukan kegiatan tanam tidak perlu memandang berapa jumlahnya pohon yang ditanam. Namun yang paling penting dalam kegiatan menjaga kelestarian lingkungan adalah keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan dengan menanam tersebut yang kemudian bisa dirasakan dan bermanfaat bagi banyak orang.

"Jangan memandang jumlahnya, tapi yang penting adalah sering dirawat dan dilihat perkembangannya dari yang telah ditanam itu. Kita menanam seperti ini niatnya adalah sedekah bumi dan mengabdi pada lingkungan," tutur Ali Mansur.


BERITA JATIM

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Locations of visitors to this page