Lahan yg dituding sebagai reklamasi terselubung oleh forum peduli Mangrove. |
DENPASAR, - Forum Peduli Mangrove mempersoalkan adanya reklamasi terselubung dan pembabatan pohon mangrove yang dilakukan oleh Bendesa adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda.
Menurut pantauan FPM, reklamasi terselubung dilakukan di sekitar kawasan pulau pudut, Tanjung Benoa. Sedangkan pembabatan pohon mangrove dilakukan untuk mempermudah akses menuju lokasi "reklamasi" tersebut.
"Pertama ditemukan pada Januari 2016 lalu. Dari penelusuran FPM, pengurukan dan pembabatan mangrove dilakukan oleh Made Suarta atas perintah Made Wijaya, bukti-buktinya ada," kata ketua FPM Steve Sumolang di Denpasar, Selasa (25/4/2017).
Luas lahan yang ditimbun saat ditemukan adalah 20 are. Sedangkan pohon yang dibabat tidak kurang dari 100 pohon.
Dari bukti lapangan juga ditemukan peralatan berat seperti molen campuran semen dan sebuah bangunan bedengan bagi pekerja.
Dijelaskan Steve, siapapun tidak berhak melakukan pengurukan lahan di wilayah pesisir, apalagi dilakukan dengan membabat mangrove terlebih dahulu.
"Untuk reklamasi terselubung itu jelas melanggar hukum karena dilakukan tanpa seizin Kementerian Perikanan dan Kelautan. Sedangkan untuk pembabatan mangrove jelas tidak boleh karena itu milik negara, dalam hal ini, di bawah Kementerian Kehutanan," ujarnya.
Hal ini dipertegas ketua bidang ketua monitoring FPM Lanang Sudira. Menurut Sudira, mangrove yang dibabat adalah jenis langka, yaitu rizofora mucurata, casiolaris dan apiculata. Oleh forum peduli mangrove hal ini sesungguhnya telah diadukan ke subdit 4 Krimsus Polda Bali pada Februari lalu. Polisi bahkan telah turun ke lokasi dan mengumpulkan barang bukti dan keterangan sejumlah saksi.
"Harus ada penindakan tegas soal ini, di tempat lain pernah ada yang babat cuma tiga pohon langsung dihukum 3 tahun penjara," ujarnya.
Sementara itu, bendesa adat Tanjung Benoa, Made Wijaya alias Yonda mengaku heran dengan langkah yang dilakukan FPM mengadukan dirinya ke Polda Bali. Dia mengaku sama sekali tidak melakukan pembabatan atau reklamasi terselubung seperti yang disebutkan aktivis lingkungan itu.
"Saya tidak pernah perintahkan babat hutan, perintah yang saya berikan konteksnya untuk menata pesisir barat yang kondisinya sangat kumuh," kata Yonda.
Dijelaskan anggota DPRD Badung ini, untuk penataan tersebut memang harus dilakukan pemangkasan pohon, bukan dipotong sampai tumbang, semata-mata untuk mempermudah akses pekerja.
Mengenai tudingan reklamasi terselubung, Yonda menjelaskan sesungguhnya di lokasi dimaksud sudah ada daratan berbentuk tanah gundukan, sehingga perlu diratakan dan dibendung menggunakan pasir. Tujuannya mencegah abrasi. Pasir yang digunakan pun berasal dari lokasi setempat.
Rencananya di lokasi ini akan dibangun pos pemantau oleh desa adat sesuai program sapta pesona desa adat Tanjung Benoa. Setiap hari tempat ini dikunjungi tidak kurang dari 3.000 wisatawan.
"Kita maunya kan ditata, nantinya mau bangun bale Bengong untuk pantau aktivitas di sana," ujar Yonda.
KOMPAS
0 komentar:
Post a Comment