Menyemai Kehidupan dari Mangrove

on Thursday, May 21, 2015


TRP



Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, merupakan daerah pesisir. Panjang garis pantainya mencapai 120 kilometer dan seluruhnya relatif rawan akan abrasi. Sudah 20 tahun terakhir, pantai di Mempawah hilang sekitar 1,5 kilometer. Kondisi itu menggerakkan sukarelawan dari berbagai kelompok masyarakat untuk menanam mangrove demi menyelamatkan pantai dari abrasi.

Minggu (22/3) pagi itu, ratusan anggota klub motor dan mobil berkumpul di depan Kantor Desa Sengkubang, Kecamatan Mempawah Hilir, Mempawah. Mereka adalah sukarelawan yang selalu aktif menanam mangrove atau bakau di garis pantai Mempawah. Mereka sebagian besar berasal dari Kota Pontianak.

Mereka ada yang sudah datang sehari sebelumnya. Ada pula yang berangkat dini hari menempuh perjalanan sekitar 67 kilometer dari Pontianak, ibu kota Kalbar. Jarak jauh itu tak menghalangi semangat mereka untuk berkontribusi terhadap lingkungan yang sudah rusak.

Sebelum menuju lokasi penanaman, mereka memulai meneriakkan yel-yel ”Sahabat... Alam.... Alam.... Sahabat. Kita... Sahabat Alam”. Mereka pun bergegas menuju lokasi penanaman dengan membawa bibit mangrove jenis akar jangkar (Rhizophora). Mangrove jenis akar jangkar dipilih karena cocok untuk menangkal abrasi di pantai. Akarnya kuat dan mampu menahan terjangan ombak.

Sebelum menanam, anggota dari Mempawah Mangrove Conservation (MMC), organisasi yang berinisiatif menyelamatkan daerah pesisir, memberi pengarahan terlebih dahulu kepada sukarelawan tentang cara menanam mangrove yang benar sehingga bisa tumbuh dengan baik.

Ratusan anggota klub motor dan mobil yang biasanya berjibaku di jalanan memacu kendaraan mereka, kini berjibaku di lumpur. Bibit mangrove sebanyak 1.500 batang pun satu per satu ditanam di tengah teriknya matahari.

”Kondisi alam di Kalbar sudah memprihatinkan, baik hutan maupun pantai. Itulah yang membuat kami tergerak untuk berkontribusi menyelamatkan lingkungan,” ujar Sony Aprizal, Ketua Ertiga Club Indonesia, klub mobil Pontianak.

Hendi Some, Ketua Khatulistiwa Motor Bebek 70, menuturkan, selama ini klub motor hanya membuat program penjelajahan dari suatu wilayah ke wilayah lain. Terkadang identik dengan kejahatan jalanan meski tidak semuanya seperti itu. ”Kami ingin melakukan hal yang lebih bermanfaat bagi sesama dan lingkungan. Ikut menanam mangrove salah satu yang bisa kami lakukan. Sudah tiga tahun kami berkontribusi dalam penanaman mangrove di Mempawah,” ujar Hendi.


Ditebang

Raja Fajar Azansyah, Ketua MMC, menuturkan, hutan mangrove di Mempawah rusak karena ditebangi masyarakat sekitar untuk dijadikan kayu bakar. Masyarakat menebang karena tidak tahu betapa pentingnya fungsi hutan bakau untuk menyangga daerah pantai dari abrasi.
Bahkan, abrasi yang dahsyat kini memisahkan sebagian wilayah Desa Penibung, desa lainnya di Mempawah sejauh 100 meter lebih dari desa induknya. Bagian wilayah desa itu lalu seperti pulau tersendiri yang di kelilingi perairan. Abrasi yang terjadi nyaris membelah jalan utama yang menghubungkan Kota Pontianak dengan Kota Singkawang.

Untuk itulah, Fajar dan beberapa rekannya di Mempawah berinisiatif menyelamatkan pantai dengan menanam mangrove. ”Kami mulai menanam mangrove sejak 2011 di sepanjang pantai Mempawah. Total saat ini sudah sekitar 10.000 bibit mangrove yang kami tanam bersama para sukarelawan,” paparnya.
Para anggota klub motor dan mobil merupakan sukarelawan yang setia dalam setiap penanaman mangrove, selain masyarakat yang tergabung dalam MMC. Ada pula pelajar dan mahasiswa dari sejumlah universitas di Kalbar.

Fajar menargetkan penanaman mangrove sebulan dua kali. Namun, terkadang saat ada bantuan keuangan atau bibit dari sejumlah pihak, bisa hingga enam kali penanaman. Seiring waktu, inisiatif dari masyarakat sekitar pun kian bertambah.

Selain Mempawah, Kabupaten Sambas juga merupakan kabupaten yang pantainya rawan abrasi. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalbar, Kabupaten Sambas juga berpotensi rawan abrasi. Diperkirakan terdapat 3 lokasi potensi rawan abrasi pantai, yaitu pantai di Kecamatan Selakau, Pemangkat, dan Paloh.

Fajar mengakui, sulit untuk menjaga konsistensi masyarakat agar tetap menjaga kelestarian mangrove di pantai. Untuk itu, agar masyarakat memiliki motivasi menjaga keberlangsungan mangrove, muncul ide untuk mengolah buah mangrove agar bernilai ekonomis.

Pada pertengahan 2014, Fajar pun membentuk kelompok pengolahan dodol mangrove. Anggota kelompok itu terdiri atas ibu-ibu di sekitar pantai Mempawah. Jika ada produk hilirnya, ada kebutuhan bahan baku dari buah mangrove. Setelah ada kebutuhan terhadap buah mangrove, maka muncul usaha untuk menjaga dan menanam mangrove.

Pemasaran dodol mangrove kini mulai menembus pasar di Kalbar, antara lain dari Tangrang, Banten, dan Papua. ”Untuk pesanan dari Tangerang, kami masih bisa mengirim karena ongkos tidak mahal, tetapi Papua terhadang biaya mahal,” kata Suaidah, pembuat dodol.

Saat hari raya, pesanan meningkat hingga 60 kilogram (kg). Harga 1 kg dodol mangrove sekitar Rp 75.000. Satu kg buah mangrove setelah diolah bisa menghasilkan 3 kg dodol. Kelompok pembuat dodol mangrove pada salah satu desa di Mempawah, yaitu Desa Bakau Besar, menyisihkan hasil penjualan dodol. Dari harga Rp 3.000 per bungkus itu, Rp 1.000 disisihkan untuk konservasi mangrove. Uang itu digunakan untuk membeli bibit mangrove dan selebihnya menjadi pendapatan masyarakat.

Jadi langkah kecil sejumlah kelompok masyarakat patut diapresiasi karena menjaga wilayah dari terjangan gelombang. Langkah itu tidak hanya dengan menanam baku, tapi juga menjadikan mangrove sebagai sumber penghasilan warga. Perlindungan kawasan dari berbagai gangguan pun akan semakin ketat karena dipagari peraturan desa tentang pengelolaan daerah pesisir.


Oleh: Emanuel Edi Saputra
Sumber: Kompas | 20 Mei 2015

0 komentar:

Post a Comment

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Locations of visitors to this page