Ketua Himpunan Pemuda Pelopor Pembangunan Indramayu, Narendra Nurcahya, Kamis (21/5/2015), mengungkapkan hal itu sembari mengantar "PR" ke Sungai Kalentengah yang mengalami kerusakan. Menurut dia, proyek normalisasi ini baru berjalan sekitar 1,5 kilometer, tetapi dihentikan warga karena ternyata pelaksanaannya merusak lingkungan.
"Kami tidak mengira normalisasi ini akan menggunakan alat berat sejenis ponton yang lebarnya 6 meter, sedangkan salurannya hanya 3 meter," ucapnya yang merupakan aktivis lingkungan.
Akibatnya, Nurcahya memperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak parah terlindas alat berat. Padahal, sebagian besar tanaman tersebut sudah berusia puluhan tahun lantaran ditanam sejak 1968.
Selain itu, ratusan ribu batang pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak BBWS memaksakan penggunaan alat berat ponton selebar 6 meter tersebut. Pasalnya, proyek tersebut baru berjalan 1,5 km, sedangkan total proyek sekitar 6 km.
Menurut Nurcahya, pihak BBWS mengulang kesalahannya saat menormalisasi sungai di Desa Pabean Ilir Kecamatan Pasekan pada 2013 lalu. Saat itu, sekitar 1 juta batang pohon rusak, tetapi penanaman kembali hanya sekitar 200.000 batang. "Karena pemulihan diserahkan kepda pihak ketiga atau oknum. Kenapa tidak diserahkan kepada dinas/instansi terkait," ucapnya.
Perwakilan masyarakat petani tambak yang terkena dampak, Suteja, yang juga Sekretaris Desa Totoran, membenarkan adanya perusakan oleh pihak pelaksana proyek normalisasi Sungai Kalentengah. Dia menjelaskan, proyek yang dimulai dari muara itu melewati tanah milik Perum Perhutani dan warga.
"Ada empat kelompok masyarakat yang menanam mangrove di situ. Mangrove milik Perum Perhutani juga rusak akibat alat berat itu, tetapi tidak separah milik warga," ucapnya.
Bahkan, kata Suteja, bukan hanya mangrove di sisi kiri-kanan saluran yang rusak, empang-empang dan ikan di dalamnya juga terkena dampak negatif normalisasi itu. Disebutkan, dari empat empang warga yang rusak, dua empang jebol sehingga ikan-ikannya terbawa arus. "Untung, segera dihentikan warga saat itu. Kalau tidak, ikan-ikan di dua empang lainnya bisa hilang juga," ujarnya.
Suteja mengaku mengapresiasi niat baik BBWS yang hendak menormalisasi saluran tersebut, tetapi hendaknya ada koordinasi dengan warga sekitar terlebih dahulu. Pasalnya, sejak proyek normalisasi ini dimulai dua pekan lalu, tidak ada koordinasi sama sekali dengan warga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Munzaki menyesalkan pihak BBWS yang membuat kesalahan yang sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya. "BBWS kan instansi pemerintah. Mereka seharusnya tahu bahwa di daerah tersebut ada mangrove," ujarnya.
Akibat normalisasi saluran ini, kata Munzaki, bukan hanya kerusakan ribuan mangrove dewasa, tetapi juga beberapa empang dan tanggul, puluhan pintu air, dan 12 jembatan bambu. Sementara ini, dia memperkirakan kerusakan mencapai Rp 400 juta.
Berdasarkan pengakuan pihak BBWS, ungkap Munzaki, proyek itu sepanjang 4,18 km. Kemudian, proyek dihentikan warga ketika pekerjaan baru mencapai 500 meter. "Namun, kami akan melakukan survei ke lapangan lagi untuk memastikan dan menghitung besaran kerusakan," katanya.
PIKIRAN RAKYAT
Proyek Normalisasi Sungai Kalentengah Merusak 120.000 Pohon Mangrove
POLDA JAWA BARAT,
Monday, 25 May 15 11:49
| Dilihat sebanyak:
4
|
0
Komentar
22 Mei, 2015 - 06:58
ASEP BUDIMAN/PRLM
INDRAMAYU,
(PRLM).- Diperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak oleh proyek
normalisasi Sungai Kalentengah di Desa Totoran, Kecamatan Pasekan,
Kabupaten Indramayu, Kamis (21/5/2015). Sementara ratusan ribu batang
pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak Balai Besar Wilayah
Sungai memaksakan normalisasi menggunakan alat berat.
Ketua Himpunan Pemuda Pelopor Pembangunan Indramayu, Narendra Nurcahya, Kamis (21/5/2015), mengungkapkan hal itu sembari mengantar "PR" ke Sungai Kalentengah yang mengalami kerusakan. Menurut dia, proyek normalisasi ini baru berjalan sekitar 1,5 kilometer, tetapi dihentikan warga karena ternyata pelaksanaannya merusak lingkungan.
"Kami tidak mengira normalisasi ini akan menggunakan alat berat sejenis ponton yang lebarnya 6 meter, sedangkan salurannya hanya 3 meter," ucapnya yang merupakan aktivis lingkungan.
Akibatnya, Nurcahya memperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak parah terlindas alat berat. Padahal, sebagian besar tanaman tersebut sudah berusia puluhan tahun lantaran ditanam sejak 1968.
Selain itu, ratusan ribu batang pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak BBWS memaksakan penggunaan alat berat ponton selebar 6 meter tersebut. Pasalnya, proyek tersebut baru berjalan 1,5 km, sedangkan total proyek sekitar 6 km.
Menurut Nurcahya, pihak BBWS mengulang kesalahannya saat menormalisasi sungai di Desa Pabean Ilir Kecamatan Pasekan pada 2013 lalu. Saat itu, sekitar 1 juta batang pohon rusak, tetapi penanaman kembali hanya sekitar 200.000 batang. "Karena pemulihan diserahkan kepda pihak ketiga atau oknum. Kenapa tidak diserahkan kepada dinas/instansi terkait," ucapnya.
Perwakilan masyarakat petani tambak yang terkena dampak, Suteja, yang juga Sekretaris Desa Totoran, membenarkan adanya perusakan oleh pihak pelaksana proyek normalisasi Sungai Kalentengah. Dia menjelaskan, proyek yang dimulai dari muara itu melewati tanah milik Perum Perhutani dan warga.
"Ada empat kelompok masyarakat yang menanam mangrove di situ. Mangrove milik Perum Perhutani juga rusak akibat alat berat itu, tetapi tidak separah milik warga," ucapnya.
Bahkan, kata Suteja, bukan hanya mangrove di sisi kiri-kanan saluran yang rusak, empang-empang dan ikan di dalamnya juga terkena dampak negatif normalisasi itu. Disebutkan, dari empat empang warga yang rusak, dua empang jebol sehingga ikan-ikannya terbawa arus. "Untung, segera dihentikan warga saat itu. Kalau tidak, ikan-ikan di dua empang lainnya bisa hilang juga," ujarnya.
Suteja mengaku mengapresiasi niat baik BBWS yang hendak menormalisasi saluran tersebut, tetapi hendaknya ada koordinasi dengan warga sekitar terlebih dahulu. Pasalnya, sejak proyek normalisasi ini dimulai dua pekan lalu, tidak ada koordinasi sama sekali dengan warga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Munzaki menyesalkan pihak BBWS yang membuat kesalahan yang sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya. "BBWS kan instansi pemerintah. Mereka seharusnya tahu bahwa di daerah tersebut ada mangrove," ujarnya.
Akibat normalisasi saluran ini, kata Munzaki, bukan hanya kerusakan ribuan mangrove dewasa, tetapi juga beberapa empang dan tanggul, puluhan pintu air, dan 12 jembatan bambu. Sementara ini, dia memperkirakan kerusakan mencapai Rp 400 juta.
Berdasarkan pengakuan pihak BBWS, ungkap Munzaki, proyek itu sepanjang 4,18 km. Kemudian, proyek dihentikan warga ketika pekerjaan baru mencapai 500 meter. "Namun, kami akan melakukan survei ke lapangan lagi untuk memastikan dan menghitung besaran kerusakan," katanya.
Ketua Himpunan Pemuda Pelopor Pembangunan Indramayu, Narendra Nurcahya, Kamis (21/5/2015), mengungkapkan hal itu sembari mengantar "PR" ke Sungai Kalentengah yang mengalami kerusakan. Menurut dia, proyek normalisasi ini baru berjalan sekitar 1,5 kilometer, tetapi dihentikan warga karena ternyata pelaksanaannya merusak lingkungan.
"Kami tidak mengira normalisasi ini akan menggunakan alat berat sejenis ponton yang lebarnya 6 meter, sedangkan salurannya hanya 3 meter," ucapnya yang merupakan aktivis lingkungan.
Akibatnya, Nurcahya memperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak parah terlindas alat berat. Padahal, sebagian besar tanaman tersebut sudah berusia puluhan tahun lantaran ditanam sejak 1968.
Selain itu, ratusan ribu batang pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak BBWS memaksakan penggunaan alat berat ponton selebar 6 meter tersebut. Pasalnya, proyek tersebut baru berjalan 1,5 km, sedangkan total proyek sekitar 6 km.
Menurut Nurcahya, pihak BBWS mengulang kesalahannya saat menormalisasi sungai di Desa Pabean Ilir Kecamatan Pasekan pada 2013 lalu. Saat itu, sekitar 1 juta batang pohon rusak, tetapi penanaman kembali hanya sekitar 200.000 batang. "Karena pemulihan diserahkan kepda pihak ketiga atau oknum. Kenapa tidak diserahkan kepada dinas/instansi terkait," ucapnya.
Perwakilan masyarakat petani tambak yang terkena dampak, Suteja, yang juga Sekretaris Desa Totoran, membenarkan adanya perusakan oleh pihak pelaksana proyek normalisasi Sungai Kalentengah. Dia menjelaskan, proyek yang dimulai dari muara itu melewati tanah milik Perum Perhutani dan warga.
"Ada empat kelompok masyarakat yang menanam mangrove di situ. Mangrove milik Perum Perhutani juga rusak akibat alat berat itu, tetapi tidak separah milik warga," ucapnya.
Bahkan, kata Suteja, bukan hanya mangrove di sisi kiri-kanan saluran yang rusak, empang-empang dan ikan di dalamnya juga terkena dampak negatif normalisasi itu. Disebutkan, dari empat empang warga yang rusak, dua empang jebol sehingga ikan-ikannya terbawa arus. "Untung, segera dihentikan warga saat itu. Kalau tidak, ikan-ikan di dua empang lainnya bisa hilang juga," ujarnya.
Suteja mengaku mengapresiasi niat baik BBWS yang hendak menormalisasi saluran tersebut, tetapi hendaknya ada koordinasi dengan warga sekitar terlebih dahulu. Pasalnya, sejak proyek normalisasi ini dimulai dua pekan lalu, tidak ada koordinasi sama sekali dengan warga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Munzaki menyesalkan pihak BBWS yang membuat kesalahan yang sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya. "BBWS kan instansi pemerintah. Mereka seharusnya tahu bahwa di daerah tersebut ada mangrove," ujarnya.
Akibat normalisasi saluran ini, kata Munzaki, bukan hanya kerusakan ribuan mangrove dewasa, tetapi juga beberapa empang dan tanggul, puluhan pintu air, dan 12 jembatan bambu. Sementara ini, dia memperkirakan kerusakan mencapai Rp 400 juta.
Berdasarkan pengakuan pihak BBWS, ungkap Munzaki, proyek itu sepanjang 4,18 km. Kemudian, proyek dihentikan warga ketika pekerjaan baru mencapai 500 meter. "Namun, kami akan melakukan survei ke lapangan lagi untuk memastikan dan menghitung besaran kerusakan," katanya.
Proyek Normalisasi Sungai Kalentengah Merusak 120.000 Pohon Mangrove
POLDA JAWA BARAT,
Monday, 25 May 15 11:49
| Dilihat sebanyak:
4
|
0
Komentar
22 Mei, 2015 - 06:58
ASEP BUDIMAN/PRLM
INDRAMAYU,
(PRLM).- Diperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak oleh proyek
normalisasi Sungai Kalentengah di Desa Totoran, Kecamatan Pasekan,
Kabupaten Indramayu, Kamis (21/5/2015). Sementara ratusan ribu batang
pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak Balai Besar Wilayah
Sungai memaksakan normalisasi menggunakan alat berat.
Ketua Himpunan Pemuda Pelopor Pembangunan Indramayu, Narendra Nurcahya, Kamis (21/5/2015), mengungkapkan hal itu sembari mengantar "PR" ke Sungai Kalentengah yang mengalami kerusakan. Menurut dia, proyek normalisasi ini baru berjalan sekitar 1,5 kilometer, tetapi dihentikan warga karena ternyata pelaksanaannya merusak lingkungan.
"Kami tidak mengira normalisasi ini akan menggunakan alat berat sejenis ponton yang lebarnya 6 meter, sedangkan salurannya hanya 3 meter," ucapnya yang merupakan aktivis lingkungan.
Akibatnya, Nurcahya memperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak parah terlindas alat berat. Padahal, sebagian besar tanaman tersebut sudah berusia puluhan tahun lantaran ditanam sejak 1968.
Selain itu, ratusan ribu batang pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak BBWS memaksakan penggunaan alat berat ponton selebar 6 meter tersebut. Pasalnya, proyek tersebut baru berjalan 1,5 km, sedangkan total proyek sekitar 6 km.
Menurut Nurcahya, pihak BBWS mengulang kesalahannya saat menormalisasi sungai di Desa Pabean Ilir Kecamatan Pasekan pada 2013 lalu. Saat itu, sekitar 1 juta batang pohon rusak, tetapi penanaman kembali hanya sekitar 200.000 batang. "Karena pemulihan diserahkan kepda pihak ketiga atau oknum. Kenapa tidak diserahkan kepada dinas/instansi terkait," ucapnya.
Perwakilan masyarakat petani tambak yang terkena dampak, Suteja, yang juga Sekretaris Desa Totoran, membenarkan adanya perusakan oleh pihak pelaksana proyek normalisasi Sungai Kalentengah. Dia menjelaskan, proyek yang dimulai dari muara itu melewati tanah milik Perum Perhutani dan warga.
"Ada empat kelompok masyarakat yang menanam mangrove di situ. Mangrove milik Perum Perhutani juga rusak akibat alat berat itu, tetapi tidak separah milik warga," ucapnya.
Bahkan, kata Suteja, bukan hanya mangrove di sisi kiri-kanan saluran yang rusak, empang-empang dan ikan di dalamnya juga terkena dampak negatif normalisasi itu. Disebutkan, dari empat empang warga yang rusak, dua empang jebol sehingga ikan-ikannya terbawa arus. "Untung, segera dihentikan warga saat itu. Kalau tidak, ikan-ikan di dua empang lainnya bisa hilang juga," ujarnya.
Suteja mengaku mengapresiasi niat baik BBWS yang hendak menormalisasi saluran tersebut, tetapi hendaknya ada koordinasi dengan warga sekitar terlebih dahulu. Pasalnya, sejak proyek normalisasi ini dimulai dua pekan lalu, tidak ada koordinasi sama sekali dengan warga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Munzaki menyesalkan pihak BBWS yang membuat kesalahan yang sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya. "BBWS kan instansi pemerintah. Mereka seharusnya tahu bahwa di daerah tersebut ada mangrove," ujarnya.
Akibat normalisasi saluran ini, kata Munzaki, bukan hanya kerusakan ribuan mangrove dewasa, tetapi juga beberapa empang dan tanggul, puluhan pintu air, dan 12 jembatan bambu. Sementara ini, dia memperkirakan kerusakan mencapai Rp 400 juta.
Berdasarkan pengakuan pihak BBWS, ungkap Munzaki, proyek itu sepanjang 4,18 km. Kemudian, proyek dihentikan warga ketika pekerjaan baru mencapai 500 meter. "Namun, kami akan melakukan survei ke lapangan lagi untuk memastikan dan menghitung besaran kerusakan," katanya.
Ketua Himpunan Pemuda Pelopor Pembangunan Indramayu, Narendra Nurcahya, Kamis (21/5/2015), mengungkapkan hal itu sembari mengantar "PR" ke Sungai Kalentengah yang mengalami kerusakan. Menurut dia, proyek normalisasi ini baru berjalan sekitar 1,5 kilometer, tetapi dihentikan warga karena ternyata pelaksanaannya merusak lingkungan.
"Kami tidak mengira normalisasi ini akan menggunakan alat berat sejenis ponton yang lebarnya 6 meter, sedangkan salurannya hanya 3 meter," ucapnya yang merupakan aktivis lingkungan.
Akibatnya, Nurcahya memperkirakan 120.000 batang pohon mangrove rusak parah terlindas alat berat. Padahal, sebagian besar tanaman tersebut sudah berusia puluhan tahun lantaran ditanam sejak 1968.
Selain itu, ratusan ribu batang pohon mangrove lainnya terancam rusak jika pihak BBWS memaksakan penggunaan alat berat ponton selebar 6 meter tersebut. Pasalnya, proyek tersebut baru berjalan 1,5 km, sedangkan total proyek sekitar 6 km.
Menurut Nurcahya, pihak BBWS mengulang kesalahannya saat menormalisasi sungai di Desa Pabean Ilir Kecamatan Pasekan pada 2013 lalu. Saat itu, sekitar 1 juta batang pohon rusak, tetapi penanaman kembali hanya sekitar 200.000 batang. "Karena pemulihan diserahkan kepda pihak ketiga atau oknum. Kenapa tidak diserahkan kepada dinas/instansi terkait," ucapnya.
Perwakilan masyarakat petani tambak yang terkena dampak, Suteja, yang juga Sekretaris Desa Totoran, membenarkan adanya perusakan oleh pihak pelaksana proyek normalisasi Sungai Kalentengah. Dia menjelaskan, proyek yang dimulai dari muara itu melewati tanah milik Perum Perhutani dan warga.
"Ada empat kelompok masyarakat yang menanam mangrove di situ. Mangrove milik Perum Perhutani juga rusak akibat alat berat itu, tetapi tidak separah milik warga," ucapnya.
Bahkan, kata Suteja, bukan hanya mangrove di sisi kiri-kanan saluran yang rusak, empang-empang dan ikan di dalamnya juga terkena dampak negatif normalisasi itu. Disebutkan, dari empat empang warga yang rusak, dua empang jebol sehingga ikan-ikannya terbawa arus. "Untung, segera dihentikan warga saat itu. Kalau tidak, ikan-ikan di dua empang lainnya bisa hilang juga," ujarnya.
Suteja mengaku mengapresiasi niat baik BBWS yang hendak menormalisasi saluran tersebut, tetapi hendaknya ada koordinasi dengan warga sekitar terlebih dahulu. Pasalnya, sejak proyek normalisasi ini dimulai dua pekan lalu, tidak ada koordinasi sama sekali dengan warga.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu Munzaki menyesalkan pihak BBWS yang membuat kesalahan yang sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya. "BBWS kan instansi pemerintah. Mereka seharusnya tahu bahwa di daerah tersebut ada mangrove," ujarnya.
Akibat normalisasi saluran ini, kata Munzaki, bukan hanya kerusakan ribuan mangrove dewasa, tetapi juga beberapa empang dan tanggul, puluhan pintu air, dan 12 jembatan bambu. Sementara ini, dia memperkirakan kerusakan mencapai Rp 400 juta.
Berdasarkan pengakuan pihak BBWS, ungkap Munzaki, proyek itu sepanjang 4,18 km. Kemudian, proyek dihentikan warga ketika pekerjaan baru mencapai 500 meter. "Namun, kami akan melakukan survei ke lapangan lagi untuk memastikan dan menghitung besaran kerusakan," katanya.
0 komentar:
Post a Comment