Rusak Hutan Mangrove Demi Rekan Bisnis

on Wednesday, May 20, 2015

Walikota Beri Izin Pembangunan di Lateri




AMBON, SPEKTRUM – Kebijakan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy yang memberikan ijin pembangunan di kawasan hutan mangrove di Lateri Tiga, Mata Passo, membuktikan Walikota tidak berpihak pada kelestarian lingkungan hidup.

Hutan lindung dan ruang hijau dalam Kota Ambon makin terhimpit. Dari waktu ke waktu, ijin yang dikeluarkan Walikota kepada para pengusaha semakin menimbulkan kecemasan.
Hutan mangrove yang melambungkan Dominggus Sinanu sebagai penerima penghargaan Kalpataru dari pemerintah pusat, kini makin merana. Bagaimana tidak? Saat ini di lokasi tersebut telah ditimbun material untuk pembangunan tempat usaha.

Sumber Spektrum menyebtukan, kegiatan penimbunan di lokasi tersebut diperuntukan bagi pembangunan sebuah restaurant mewah. Restauran yang akan dibangun itu, milik seorang kolega bisnis Walikota Ambon Richard Louhenapessy yang selama ini berkiprah di Papua.

Versi lain menyebutkan di lokasi hutan mangrove tersebut akan dibangun sebuah hotel mewah. “Pemiliknya berasal dari Papua, dan ijin sudah dikeluarkan oleh Walikota,” ungkap sumber Spektrum.
Saat ini proses penimbunan di lokasi mulai mendapat perlawanan dari warga sekitar. Sebab, di awal-awal proses, warga diyakinkan akan dibangun sebuah restaurant mewah dengan bangunan apung yang ramah lingkungan.

Namun belakangan kondisi di lapangan justru tidak seperti yang dibayangkan. Material didatangkan menggunakan truk ke lokasi dan semakin hari kegiatan pengeringan dengan menimbun jelas terlihat.
Bahkan setelah ditimbun, lokasi itu mulai ditutup dengan senk dan sangat mencurigakan. Tidak ada tanda-tanda pembangunan rumah panggung.

Pihak Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Ambon, konon tak berkutik. Ijin membangun sudah terlanjur dikeluarkan oleh Walikota. Belum lagi, ijin tersebut ternyata untuk kolega bisnis dari orang pertama di Kota Ambon.

“Silakan dicek ke ibu Lucia Izaac sebagai Kepala Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Ambon. Dia tidak bisa berbuat apa-apa dan melawan perintah Walikota,” kata sumber tersebut.
Apalagi, sejak dikeluarkan ijin oleh Walikota Ambon, Kepala Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Ambon Lucia Izaac kini sibuk mencari para pakar lingkungan untuk merekomendasikan, bahwa di lokasi hutan mangrove itu jika dibangun tidak akan berdampak pada kelestarian.

Sayang sejumlah pakar lingkungan yang dimintai rekomendasi menolak memberikan rekomendasi Amdal yang mendukung kegiatan pengeringan dan penimbunan yang sedang dilakukan.

Karena itu, Inaya Polhaupessy salah satu pemerhati lingkungan menyesalkan kebijakan Walikota Ambon itu. Menurutnya, penghargaan Adipura yang diterima Pemkot Ambon, bertolak belakang dengan keramahan pemimpin terhadap lingkungan sekitar yang perlu dilestarikan.

“Saya kira dibalik penghargaan bergengsi itu, pembangunan fisik belakangan ini, justru merusak lingkungan. Visi pembangunan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy patut dipertanyakan,” tegasnya kepada Spektrum.

Penghargaan Adipura, kata jebolan Institut Pertnian Bogor (IPB) ini,  seolah hanya kebanggaan semu. Sebab sejumlah kawasan strategis dalam Kota Ambon mulai tergerus pembangunan fisik yang tidak ramah lingkungan.

Daerah perbukitan dan pesisir pantai yang pantas dilindungi, belakangan dihajar pembangunan fisik. Perbukitan Gunung Nona, Kayu Tiga, Kusu Kusu, Mahia, Lata, Lateri, Halong dan sekitarnya  yang masuk kawasan hutan lindung perlahan tapi pasti mulai rusak.

“Walikota sebaiknya menghentikan ambisi membangun kota dengan memberikan ijin pembangunan yang sangat tidak bersahabat dengan lingkungan,” tegas pemerhati lingkungan Inaya Polhaupessy kepada Spektrum pekan kemarin.

Keberhasilan meraih Adipura, kata Polhaupessy, harus diakui hanya sebatas pada kebersihan dalam kota, tetapi daerah perbukitan dan pesisir sama sekali tidak mendapat perhatian.

“Perbukitan sepanjang Hative, Taeno saat ini mulai digusur untuk perumahan. Kondisi ini pada saatnya akan mendatangkan bahaya banjir dan longsor. Saya yakin cepat atau lambat akan mendatangkan masalah besar jika Pemkot tidak segera menghentikan pemberian ijin membangun,” ujarnya.

Baik perbukitan dan pesisir pantai mulai rusak. Pemkot memberikan ijin membangun perumahan tanpa memikirkan dampak kerusakan lingkungan.

Malah, sesal Polhaupessy, sebagian besar perbukitan yang dulunya sangat hijau kini digusur bagi
pembangunan perumahan mewah.

“Di dalam kota saja kita lihat pembangunan fisik terjadi dimana-mana dan hampir tidak pernah meninggalkan ruang hijau,” sesalnya.

 Senada dengan Polhaupessy, pemerhati lingkungan lainnya, La Empe, meminta pemkot Ambon segera menghentikan ijin membangun pada tempat-tempat yang patut dilestarikan.

“Pembangunan galangan kapal di Tawiri tetap berjalan dan sekarang ada ijin lagi di hutan mangrove. Jika tidak diingatkan, suatu saat Kota Ambon akan ditimpa bencana yang lebih besar lagi. Sangat disayangkan sikap Walikota yang hanya mengejar pembangunan fisik kota tetapi tiak mengindahkan kelentarian lingkungan hidup,” kata jebolan Fakultas Perikanan Unpaati ini. 


SPEKTRUM MALUKU

0 komentar:

Post a Comment

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service

Locations of visitors to this page