Walikota Beri Izin Pembangunan di Lateri
AMBON, SPEKTRUM – Kebijakan Walikota Ambon, Richard
Louhenapessy yang memberikan ijin pembangunan di kawasan hutan mangrove
di Lateri Tiga, Mata Passo, membuktikan Walikota tidak berpihak pada
kelestarian lingkungan hidup.
Hutan lindung dan ruang hijau dalam Kota Ambon makin terhimpit. Dari
waktu ke waktu, ijin yang dikeluarkan Walikota kepada para pengusaha
semakin menimbulkan kecemasan.
Hutan mangrove yang melambungkan Dominggus Sinanu sebagai penerima
penghargaan Kalpataru dari pemerintah pusat, kini makin merana.
Bagaimana tidak? Saat ini di lokasi tersebut telah ditimbun material
untuk pembangunan tempat usaha.
Sumber Spektrum menyebtukan, kegiatan penimbunan di lokasi tersebut
diperuntukan bagi pembangunan sebuah restaurant mewah. Restauran yang
akan dibangun itu, milik seorang kolega bisnis Walikota Ambon Richard
Louhenapessy yang selama ini berkiprah di Papua.
Versi lain menyebutkan di lokasi hutan mangrove tersebut akan dibangun
sebuah hotel mewah. “Pemiliknya berasal dari Papua, dan ijin sudah
dikeluarkan oleh Walikota,” ungkap sumber Spektrum.
Saat ini proses penimbunan di lokasi mulai mendapat perlawanan dari
warga sekitar. Sebab, di awal-awal proses, warga diyakinkan akan
dibangun sebuah restaurant mewah dengan bangunan apung yang ramah
lingkungan.
Namun belakangan kondisi di lapangan justru tidak seperti yang
dibayangkan. Material didatangkan menggunakan truk ke lokasi dan semakin
hari kegiatan pengeringan dengan menimbun jelas terlihat.
Bahkan setelah ditimbun, lokasi itu mulai ditutup dengan senk dan sangat
mencurigakan. Tidak ada tanda-tanda pembangunan rumah panggung.
Pihak Kantor Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Ambon, konon tak
berkutik. Ijin membangun sudah terlanjur dikeluarkan oleh Walikota.
Belum lagi, ijin tersebut ternyata untuk kolega bisnis dari orang
pertama di Kota Ambon.
“Silakan dicek ke ibu Lucia Izaac sebagai Kepala Kantor Penanggulangan
Dampak Lingkungan Kota Ambon. Dia tidak bisa berbuat apa-apa dan melawan
perintah Walikota,” kata sumber tersebut.
Apalagi, sejak dikeluarkan ijin oleh Walikota Ambon, Kepala Kantor
Penanggulangan Dampak Lingkungan Kota Ambon Lucia Izaac kini sibuk
mencari para pakar lingkungan untuk merekomendasikan, bahwa di lokasi
hutan mangrove itu jika dibangun tidak akan berdampak pada kelestarian.
Sayang sejumlah pakar lingkungan yang dimintai rekomendasi menolak
memberikan rekomendasi Amdal yang mendukung kegiatan pengeringan dan
penimbunan yang sedang dilakukan.
Karena itu, Inaya Polhaupessy salah satu pemerhati lingkungan
menyesalkan kebijakan Walikota Ambon itu. Menurutnya, penghargaan
Adipura yang diterima Pemkot Ambon, bertolak belakang dengan keramahan
pemimpin terhadap lingkungan sekitar yang perlu dilestarikan.
“Saya kira dibalik penghargaan bergengsi itu, pembangunan fisik
belakangan ini, justru merusak lingkungan. Visi pembangunan Walikota
Ambon, Richard Louhenapessy patut dipertanyakan,” tegasnya kepada
Spektrum.
Penghargaan Adipura, kata jebolan Institut Pertnian Bogor (IPB) ini,
seolah hanya kebanggaan semu. Sebab sejumlah kawasan strategis dalam
Kota Ambon mulai tergerus pembangunan fisik yang tidak ramah lingkungan.
Daerah perbukitan dan pesisir pantai yang pantas dilindungi, belakangan
dihajar pembangunan fisik. Perbukitan Gunung Nona, Kayu Tiga, Kusu Kusu,
Mahia, Lata, Lateri, Halong dan sekitarnya yang masuk kawasan hutan
lindung perlahan tapi pasti mulai rusak.
“Walikota sebaiknya menghentikan ambisi membangun kota dengan memberikan
ijin pembangunan yang sangat tidak bersahabat dengan lingkungan,” tegas
pemerhati lingkungan Inaya Polhaupessy kepada Spektrum pekan kemarin.
Keberhasilan meraih Adipura, kata Polhaupessy, harus diakui hanya
sebatas pada kebersihan dalam kota, tetapi daerah perbukitan dan pesisir
sama sekali tidak mendapat perhatian.
“Perbukitan sepanjang Hative, Taeno saat ini mulai digusur untuk
perumahan. Kondisi ini pada saatnya akan mendatangkan bahaya banjir dan
longsor. Saya yakin cepat atau lambat akan mendatangkan masalah besar
jika Pemkot tidak segera menghentikan pemberian ijin membangun,”
ujarnya.
Baik perbukitan dan pesisir pantai mulai rusak. Pemkot memberikan ijin
membangun perumahan tanpa memikirkan dampak kerusakan lingkungan.
Malah, sesal Polhaupessy, sebagian besar perbukitan yang dulunya sangat hijau kini digusur bagi
pembangunan perumahan mewah.
“Di dalam kota saja kita lihat pembangunan fisik terjadi dimana-mana dan
hampir tidak pernah meninggalkan ruang hijau,” sesalnya.
Senada dengan Polhaupessy, pemerhati lingkungan lainnya, La Empe,
meminta pemkot Ambon segera menghentikan ijin membangun pada
tempat-tempat yang patut dilestarikan.
“Pembangunan galangan kapal di Tawiri tetap berjalan dan sekarang ada
ijin lagi di hutan mangrove. Jika tidak diingatkan, suatu saat Kota
Ambon akan ditimpa bencana yang lebih besar lagi. Sangat disayangkan
sikap Walikota yang hanya mengejar pembangunan fisik kota tetapi tiak
mengindahkan kelentarian lingkungan hidup,” kata jebolan Fakultas
Perikanan Unpaati ini.
SPEKTRUM MALUKU
Labels
- Aspire S3 S30 contest (1)
- Blogwalking (1)
- kuliner (1)
- mangrove (1)
- Pengenalan Spesies (1)
- Pustaka (1)
- surveyor (1)
- Tokoh (12)
- Toyota Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia (1)
Check Page Rank of your Web site pages instantly: |
This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service |
0 komentar:
Post a Comment